Senin, 08 Februari 2010

Intervensi Harga

Rasulullah sangat menghargai harga (price) yang adil oleh sebab itulah Beliau menolak adanya intervensi harga. Meurut Beliau, pasar dalam hal ini harus ada moralitas diantaranya persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, intervensi harga dibolehkan apabila dalam pasar terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak dibenarkan dalam Islam, misalnya ikhtikar karena Ibnu Taimiyah baranggapan bahwa “ Naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh ketidakadilan (zulm) orang-orang tertentu. Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kecurangan produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta (al-maktub). Oleh karena itu, apabila keinginan terhadap barang-barang (raghabat fi’lshai) naik sedangkan ketersediaannya menurun, maka harganya akan naik. Di sisi lain, apabila ketersediaan barang meningkat dan keinginan terhadapnya menurun, harga-pun turun “ (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa). Dan “ Jika orang-orang menjual barang mereka berdasarkan kesepakatan umum tanpa kecurangan dan meningkat karena turunnya produksi barang-barang (qillat al shai’) atau karena kenaikan populasi (kathrat al khalq), maka hal ini semata karena Allah” (Ibnu Taimiyah, al Hisbah fi’l Islam).

Konsumsi


Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan daya guna (utility) barang dan jasa. Dalam ekonomi konvensional, penentuan barang dan jasa untuk konsumsi selalu didasarkan pada kriteria kepuasan, dan batasan konsumsi hanya anggaran. Jadi selama masih ada anggaran, maka barang yang diinginkan akn dikonsumsi. Berbeda dengan ekonomi Islam dimana konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam. Dalam mengkonsumsi suatu barang harus memperhatikan kebutuhan orang lain (itsar). Karena tujuan konsumsi bagi seorang Muslim yaitu berdasarkan maqashid syariah yang mana seorang Muslim akan lebih mempertimbangkan maslahah daripada utilitas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa konsumsi materi yakni konsumsi yang mana konsumen hanya akan mendapatkan manfaat (kepuasan) di dunia saja. Sedangkan konsumsi non-materi yakni konsumsi yang mana konsumen akan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat, karena diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Contohnya : Erna membeli buah Jambu, tetapi diniatkan untuk dimakan bersama teman-temannya di kosan. Dengan demikian Erna mengkonsumsi dengan niat ibadah yang mana Erna akan mendapatkan maslahah dan berkah.

Yang Berilmu Yang Terpilih

Tercatat dalam sejarah bahwa, daerah di sekitar kepulauan Mediterania tepatnya Sicillia merupakan daerah yang berkembang di bawah ajaran Islam. Selama hampir 3 abad, Islam berkembang dengan pesat di wilayah ini, termasuk dalam hal ilmu pengetahuan. Pada era ini muncul beberapa ilmuwan muslim berasal dari daeah ini. Baru kemudian di sekitar awal abad ke 11, bangsa Norman berhasil mengambil alih kekuasaan di Sicillia. Berakhir pulalah kekuasaan Islam di daerah Mediterania, tapi apakah itu adalah kekalahan bagi muslim?


Walaupun secara militer, kekuasaan sudah diambil alih oleh bangsa Norman, secara ilmu pengetahuan muslim tetaplah insan-insan yang mempunyai kualitas yang tidak bisa ditandingi. Ketika Roger II dari bangsa Norman menjadi penguasa di daerah Sicillia, ia mengambil ilmuwan muslim untuk membantu mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah satu ilmuwan yang terkenal adalah Al-Idrisi. Al- Idrisi merupakan cartographer muslim yang pertama kali membuat atlas dunia terdiri atas tujuh puluh peta dan dilengkapi dengan data- data geografis yang akurat. Beliau oleh Roger II diberi amanat untuk membuat peta atas wilayah kekuasaan Norman.


Al-Idrisi dipilih, karena Roger II mengetahui bahwa secara ilmu pengetahuan muslim merupakan yang terdepan pada saat itu. Di bidang lain pun demikian, bagaimana ia menghormati ilmuwan muslim dengan menjadikan muslim sebagai pemimpin armada maritim-nya. Sehingga pada zaman itu tidak dikenal istilah admiral bagi pemimpin armada laut, tapi dikenal dengan \'emir\'. Bahkan karena mengetahui betapa pesatnya ilmu pengetahuan para muslim, ia menjadikan Sicillia sebagai pusat pertemuan antara ilmuwan muslim dengan ilmuwan Eropa yang sebetulnya saat itu masih terbelakang.


Apa yang bisa kita ambil sebagai hikmah dari sejarah itu? Kita memang kalah dalam pertempuran. Akan tetapi secara intelektual, muslim tetap menjaga dominasi ilmu pengetahuannya bahkan bagi penakluknya sekalipun. Sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang semua itu berasal dari Allah. Muslim menganggap ilmu pengetahuan adalah amanat dari Allah.


Namun apa yang kita lihat sekarang? Muslim diidentikan dengan terorisme. Muslim selalu dikaitkan dengan kekerasan. Jarang sekali kita mendapat pengakuan sebagai yang paling terdepan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Muslim sekarang lebih memilih untuk melakukan \'protes\' dan mengeluh terhadap kedigdayaan negara-negara non Muslim.


Bukan saatnya lagi bagi kita untuk mengeluh. Bukan waktunya lagi untuk terus menghujat negara-negara non Muslim. Sebagaimana kita lihat dari pengakuan Roger II terhadap Al-Idrisi, bahwa sebetulnya kita tidak perlu melakukan penyerangan balik. Kita tidak perlu memprotes kepada mereka. Kita tidak perlu melakukan tindakan- tindakan yang justru akan mengindentikkan kita dengan kekerasan. Kita tidak perlu melakukan itu untuk mendapat pengakuan dunia. Yang perlu kita lakukan adalah dengan menjadi insan manusia yang benar-benar menguasai bidangnya.


Jika Anda seorang ekonom, maka jadilah ekonom yang handal dan berakhlak Islami. Jika Anda seorang engineer, maka jadilah engineer yang handal dan berakhlak Islami. Apapun bidang pekerjaan Anda, tekunilah bidang itu sungguh-sungguh dan jadikanlah Islam dihormati kembali sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam.

karena sejatinya kita adalah dai sebelum segala sesuatu, maka jadikan setiap pekerjaan kita adalah karena konsekwensi kita sebagai seorang dai, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Wallahuaalam bishowab

by Indar Fauziah Ulfa