Kamis, 29 September 2011

Kado buat Sang Kakak

oleh Khadeeja

Nanda pikir perkataan itu hanya becandaan belaka namun ternyta itulah harapannya.
Met Milad ka,,,, maaf terlambat untuk mengucapkannya,,, Smoga Allah memberkahi umur kaka yang tersisa,,,, sehat slalu n Good success. mo kado pa nich? Kata nanda yang menulis di wall facebook kakanya (Yulia). Kemudian kakanya membalas,,,”iya gpp… syukran ya de,,,, bawa kaka ipar aja yaa kadonya,,,he
Deeeeggggg,,,,, hati nanda sangat tersentak,,, bnrkah perkataan ini? Atau hanya guyon (bahasa jawa) saja. Nanda merasa kaka serius mengatakan hal tersebut. Dua tahun terakhir ka Yulia memang sangat ingin menggenapkan diennya,,,, namun hal tersebut belum terwujud karena memang jodohnya tak kunjung datang,,,, sudah beberapa kali mencoba ikhtiar namun gagal bahkan hasilnya nol (innocent). Ka Yulia pernah meminta untuk mencarikan dilingkungan kuliah nanda. Akhirnya nanda pun mencoba mencarikan,,,, awalnya nanda bingung harus ke siapakah nanda ngomong seperti itu. Akhirnya nanda beranikan diri ngomong ke kaka kemahasiswaannya,,,
Aslm ka bana? Maaf menggangu!
Wslm, iy gpp,,, da pa nich nan? Da yang bs kk bantu?
Iy ka,, nanda butuh bantuan kk,,,, maaf sblmnya dah mengganggu!
Iy gpp dek,,,, (sambil mengangguk)
Ka,,, ada akhwat yang siap menikah dan beliau sedang mencari ikhwan yg siap pula,,,, apa kaka punya saudara, kerabat dekat yang berkeinginan hal demikian? Ataw barangkali dari teman-teman istri kaka?
Oooo,,,,,, ywdh nanti kk coba bantu dech,,, siapin aja biodatanya! Smoga nanti ada yang berjodoh yaa,,,, karena memang jodoh itu rahasia Allah,,, kita tidak bisa menentukan,,, hanya Allah yang menentukan!
Iy ka aaamiiin,,,, jazakallah khairan katsiran!
Nanda sedikit lega,,, (sambil tersenyum saat keluar ruangan ka Bana) dengan begitu paling tidak ada secercah harapan untuk mewujudkan keinginan kakanya.
Keesokan harinya nanda mengirim sms ke kakanya! (nanda dan kakanya memang terpisah oleh jarak, nanda di Jakarta yang sedang kuliah di sebuah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam sedangkan kakanya tinggal dengan ayah dan ibunya beserta kakak dan adik-adiknya di Banten)
Nanda mengirim sms seperti ini:
Aslm Ka Yulia? Pa kabar? Smua kluarga sehat? Oy ka maaf sebelumnya jika nanda sudah lancang, ka,,,, kemaren Nanda coba ngomong ke bagian kemahasiswaanya nanda (Ka Bana) terkait I’itikad baik kaka! Ka Bana meminta biodata kaka, n sudah Nanda serahkan biodata kaka ke Ka Bana. Sekali lagi nanda mohon maaf karena sebelumnya nanda tidak bermusyawarah dengan kaka terlebih dahulu.
Dibalas lah sms tersebut,,,,
Wslm, Alhamdulillah dsni smuanya baik-baik saja. Nanda sndri bagaimana? Sehat? Iy gpp dek,,, asal jangan diberikan kepada orang yang tidak bertanggung jawab saja. Yaaah namanya juga lagi ikhtiar,,,, untuk hasilnya kita serahkan saja sama Allah,,, karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui mana yang terbaik buat hambaNya.
Mendapat balasan sms itu, nanda menangis sejadi - jadinya,,,, perasaannya tidak karuan! Nanda pun sampe tak enak makan dan males ngapa-ngapain.
Nanda merasa iba ke kakanya karena di usianya yang hampir kepala tiga belum juga bertemu dengan pendamping hidupnya. Sebenarnya apa yang salah dengan ka Yulia? Apa yang menjadi penghalangnya? Dalam hatinya Nanda terus bertanya-tanya???? Mengapa dan mengapa????? Yaa mungkin Ka Yulia tak berparas cantik dan agak gemuk. Tapi, masa hanya karena itu tidak ada ikhwan yang berani mengkhitbah ka Yulia???? Huuuftttt benar – benar rahasia Allah.
ka Yulia adalah sosok kakak yang sangat perhatian terhadap orang tuanya, adik-adiknya, dan keponakannya yang sangat hiper aktif bahkan terhadap anak – anak muridnya. Ka Yulia memang termasuk perempuan yang sangat penyabar, pekerja keras, mandiri dan cukup pintar juga meskipun predikat kuliahnya hanya memuaskan bukan cumloud di salah satu Universitas negeri di Bogor. Namun terkadang sedikit pelit juga dalam hal makanan makanya agak gemuk,,,, hehe peace!!!!!
Seminggu telah berlalu,,,,,
Dan kali ini ka Yulia yang terlebih dahulu sms,,,,
Aslm…. Gimana de progress dari biodatanya???
Wslm… afwan ka Nanda belum menanyakan lagi ke ka Bana karna ka Bana lagi sibuk dengan kerjaannya dan istrinya yang bentar lagi akan melahirkan. Insya Allah nanti Nanda tanyakan secepatnya, sabar ya kaa!!!
Ooooh ya sudah kalau begitu,,,, belajar yang rajin ya de,,, dan hati – hati di sana.
Iya ka,,,, sama – sama. Salam untuk orang rumah ya! Nanda menghela nafas besar,,,,(haah) sepertinya memang harus segera di konfirmasi!
Keesokan harinya Nanda memberanikan diri menemui Ka Bana untuk menanyakan hal itu.
Aslm,,, Ka Bana maaf mengganggu!
Wslm,,, oh iya gpp,,,,
Ka, Nanda mo menanyakan tentang biodata akhwat yang maren Nanda kasih, gimana ka? Ada progress tidak? Dengan muka memelas Nanda berharap ada jawaban yang membuat hatinya merasa gembira
Oooh tentang itu, sebelumnya maaf ya Naan! Kaka belum sempat menanyakan ke teman – teman kaka karena sesuatu hal. Jadi kaka belum bisa kepastian tentang hal itu. Sekali lagi maaf yaa
Mendengar perkataan ka Bana, rasanya ingin langsung menangis di hadapan Ka Bana,,, Alhamdulillah Nanda bisa menahannya!
Nanda merasa bingung sekali,,,,, entah harus bagaimana menyampaikan hal ini ke ka Yulia,,, sementara ka Yulia sangat berharap akan hal ini. Nanda tidak langsung memberi tahu ka Yulia karena Nanda masih merasa belum siap untuk mengatakannya. Sebenarnya Nanda ingin sekali memberikan kado seperti apa yang diminta oleh Ka Yulia, namun semuanya kembali pada takdir Allah. Manusia hanya bisa merencanakan sedangkan yang menentukan hanya Allah SWT. Nanda akan terus bersabar menunggu hasil dari ka Bana
Seminggu kemudian Nanda memberanikan diri menemui Ka Bana di ruangannya.
Setelah dilihat di ruangannya ternyata ka Bana tidak ada di tempat. Tidak berhenti sampai disitu Nanda terus mencari – cari Ka Bana, ternyta ka Bana sedang mengajar di kelas lain. Akhirnya Nanda menunggu di perpustakaan sampai Ka Bana keluar dari kelas itu,,,, sambil menunggu dalam hatinya Nanda terus berharap semoga kali ini ada kabar baik buat Ka Yulia.
Satu jam kemudian Nanda mencoba kembali mendatangi ruangan Ka Bana dan Alhamdulillah Ka Bana sudah ada di ruangannya. Tanpa basa basi Nanda pun langsung menanyakan ke inti persoalan,,,
Aslm,,, maaf ka mengggangu! Ka gimana follow up nya? Hatinya terus berdegup kencang dag dig dug,,,, sedikit ada rasa takut untuk mendengar jawaban itu.
Wslm,,,, duuuuh Nan smaaaaf banget sepertinya Kaka ga bisa membantu lebih jauh lagi. Kaka sudah coba tanyakan ke teman – teman namun belum ada yang siap. Sekali lagi mohon maaf yaa
Mendengar jawaban itu, Nanda benar – benar ingin menangis sekencang – kencangnya! Ternyata harapan itu belum juga menghampiri ka Yulia. Lagi – lagi proses ini gagal. Kali ini Nanda benar – benar merasa lemas dan entah harus bagaimana dan ngomong apa lagi ke ka Yulia. Nanda terus melamun dan berfikir kemana lagi Nanda harus meminta pertolongan tentang hal ini. Sudah banyak yang Nanda lakukan dan terus mengadu pada Allah,,, namun lagi – lagi sepertinya kita sedang di uji. Nanda yakin Allah tidak akan memberikan ujian kepada hambaNya diluar kemampuan hambaNya (Laa Yukallifullaha Nafsan Illa wus’aha).
Setelah merasa baikan, akhirnya Nanda member tahukan ke Ka Yulia melalui SMS tentang jawaban dari Ka Bana…
Aslm,,, ka ternyta proses melalui ka Bana belum membuahkan hasil,,, dan Ka Bana tidak bisa membantu lebih lanjut. Jadi lagi – lagi Ka Yulia sabar yaa. Dan mohon maaf jika selama ini belum bisa menjadi adik yang baik n belum bisa membawa kaka ipar untuk kaka. (Sambil mengetik sms menetes lah air mata Nanda,,,,)
Wslm,,, oooh begitu! Yasudah tidak apa-apa dan ga usah dipikirkan. Jika sudah waktunya nanti InsyaAllah kaka akan bertemu dengan jodoh Kaka, karena Allah sudah mempersiapkannya dan sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Hanya saja kita tidak tau kapan waktunya dan siapa calonnya.
Nanda hanya membalasnya lagi dengan mengucap “aaamiiin” dan InsyaAllah.

Waktu terus berlalu,,,, Nanda pun sibuk dengan segala aktivitas di kampusnya. Meskipun sibuk Nanda terus berikhtiar untuk kakanya. Kali ini Nanda mencoba melalui dosen akhwat di kampusnya jg. Nanda terus berharap semoga proses yang ini membuahkan hasil. Namun di dalam perjalanannya proses ini pun ternyta harus berakhir juga karena belum ada yang cocok. Lagi – lagi batin Nanda bergolak,,,, rasanya harapn itu sedikit sekali!
Nanda pun kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya. Karena dalam hidup, meskipun kita sedang dalam kesusahan, kita tidak boleh berlarut – larut terpuruk dan meratapi apa yang sudah menjadi ketentuan Allah. Justru kita harus segera bangkit untuk maju…. Life must go on.
Suatu ketika secara spontan Nanda teringat dengan kaka alumni di kampusnya yang bernama Agus. Nanda pun mencari tahu tentang kaka alumninya itu kepada orang terdekatnya. Alhamdulillah ada adik kelas Nanda yang mengenal Ka Agus. Nanda pun langsung menemuinya dan menceritakan I’tikad baik itu dan sedikit menanyakan perihal ka Agus.
Aslm,,, akh maaf menggangu! Akh, Ka agus itu belum menikah kan?
Wslm,,, iya belum ka. Ada pa ka? Koq tumben tiba – tiba kaka menanyakan ka Agus? Hayooooo pasti ada apa – apa nya nich,,,, lulus kuliah dulu ka baru memikirkan sang calon pendamping hidup. Hehe,,, sambil cengar cengir (adik kelas itu ngecengin Nanda, namun Nanda tak sdikit pun marah)
Hehe,,, iya – iya. Tapi emang saat ini lagi nyari sih,,, tapi buat kakanya ka Nanda. Gimana kaka bisa minta tolong? Tolong tanyain ke ka Agus yaaah. Kalau bisa secepatnya biar kita langsung dibuatkan rumah di syurga. Menyemangati sang adik kelas dengan kata – kata itu sambil senyum – senyum kecil.
Dua hari kemudian, sang adik kelas itu meminta sedikit biodata tentang ka Yulia.
Setelah itu, cukup lama tidak ada kabar lagi. Akhirnya Nanda sendiri yang bertindak dengan cara langsung sms ke ka Agus,,,, awalnya Nanda takut kalau cara seperti itu tak ahsan. Namun Nanda berfikir,,,, “ saya ini kan adiknya, jadi saya bisa menjadi perantara untuk proses ini ” insyaAllah tidak akan menimbulkan fitnah!
Hari itu Nanda langsung meng-sms ka Agus,,,
Namun tidak ada balasan dari ka Agus,,, Nanda berkhusnuzhon “ mungkin saja ka Agus sedang sibuk jadi belum sempat membalas sms Nanda.
Sampai berhari – hari ternyata balasan itu tak kunjung datang. Sedikit pesimis namun Nanda tetap berikhtiar. Jalan lain ditempuhnya yaitu melalaui situs facebook. Kebetulan waktu ka Agus sedang OL (On Line).
Aslm,,, ka? Maaf mengganggu! Kaka kenal dengan Rino?
Wslm,,, kenal!
(dalam hati Nanda, iiiih jawabnya koq gitu doank,,, balik nanya kee)
Alhamdulillah,,,, ka saya Nanda kaka kelasnya Rino. Apa Rino sudah bilang ke kaka kalau ada akhwat yang berta’aruf dengan kaka….
Belum,,,,
(Nanda sedikit kesal, karena jawabannya pendek – pendek dan tak ada penjelasan)
Ooo begitu? Ya sudah,,, kalau gitu Nanda langsung ngomong ke kaka aja dech,,, jadi gini, seperti yang tadi saya sampaikan bahwa ada seorang akhwat yang insyaAllah sudah siap menikah dan beliau ingin mencoba berta’aruf dengan kaka barangkali ada kecocokan dan berjodoh. Apa kaka bersedia?
Hmmmm,,, gimana ya???
Iya gimana ka bersedia atau tidak,,, ataw kaka sudah punya calon?
He,,, iya gitu dech,,, kecuali akhwat itu mau menjadi yang ke 2, 3 atau 4.
(astaghfirullah,,, ko gini,,,, ni serius apa engga sih,,, dalam hati Nanda menggerutu)
Iiiiiih serius ka? Kalau memang benar kaka sudah punya calon maka saya tidak akan melanjutkannya. (dengan muka sedikit cemberut)
Dua rius!
Ooo jadi benar,,,, ya sudah syukon ya ka,,, dan maaf sudah mengganggu!
Iya sama – sama.
Hmmm… sungguh luar biasa! Lagi – lagi mengisahkan kegagalan dan kesedihan. Yaaah inilah sebuah proses, apapun hasilnya itulah yang terbaik dan ada banyak ibroh (hikmah) yang harus diambil.
Berhenti sejenak memikirkan hal itu,, namun tetap dan terus mengadu serta berdo’a di setiap sujud panjng Nanda kepada Allah SWT. semoga ka Yulia di dekatkan dan dipertemukan dengan jodohnya,,, aaamiiin! rasanya sudah tak sanggup lagi untuk menghadapi ujian ini meskipun secara tidak langsung Nanda yang menjalani. Namun Nanda bisa merasakan betapa lebih galaunya perasan ka Yulia mengenai jodohnya yang tak kunjung datang. Desakan dari orang tua dan teman – teman. Mungkin ada rasa sedikit iri ketika melihat teman – teman sebaya ka Yulia yang sudah menikah dan mempunyai anak, betapa sedihnya dan merindunya akan hal – hal itu. Hal tersebut tak membuat ka Yulia gampang menyerah dan terus melakukan hal – hal yang positif dan terus berkarya sambil menanti waktu yang tepat yang telah Allah tetapkan. Yaaah mungkin inilah waktu yang terbaik ka Yulia untuk terus meningkatkan ibadah dan lebih mempersiapkan diri untuk mengarungi bahtera rumah tangga nantinya sebelum jodohnya benar – benar datang.
Mungkin sampai detik ini Nanda belum bisa memberikan KADO BUAT KAKAK,,,, tetapi Insya Allah akan indah pada waktunya. MAN SHABARA ZHAFIRA dan INNALLAHA MA’ASH SHABIRIIIN!!!!

Kamis, 25 Agustus 2011

Manisnya Buah Kepahitan

Oleh Siska

Pemuda ini telah mewakafkan dirinya di jalan Alloh. Namanya Muhammad Zakariya. Ia telah bertekad mengabdikan diri dalam perjuangan dakwah seolah-olah dakwah telah menjelma dalam darah dan dagingnya.
Zakariya lahir di Bandung. Di Lampung, ia diasuh dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Beranjak dewasa, Zakariya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Pulau Jawa, berpetualang seorang diri tanpa dibarengi keluarga. Sampai akhirnya ia memutuskan menjadi guru dan relawan dakwah -da’i- dengan mengisi pengajian-pengajian di berbagai tempat.
Bahkan ia menjadi da’i sukses, da’i yang disegani oleh masyarakat suatu daerah di Pulau Jawa yang ia dakwahi, tepatnya di daerah Gunung Cupu, Jawa Barat. Sampai-sampai ia berhasil merintis berdirinya sebuah Madrasah Diniyyah Awwaliyyah .
Pemuda itu adalah seseorang yang sangat aku kagumi dan ku hormati. Dialah seorang laki-laki yang menjadi perantara bagiku untuk lahir ke dunia. Tak lain pemuda itu adalah ayahku. Sosok yang menjadi teladan bagiku.
Aku pernah diceritakan oleh ibuku mengenai kisah perjuangannya. Namun, aku benar-benar mendapatkan bukti keotentikan kisah yang dipaparkan ibuku ketika aku menginjak usia 16 tahun, saat itu aku duduk di kelas 2 Madrasah Aliyah (MA), tepat ketika memasuki bulan suci Ramadhan 1426H.
Sungguh Ramadhan kali itu menjadi Ramadhan yang istimewa bagiku, bahkan sampai kini menyisakan kesan mendalam di hatiku. Aku mendapat tugas mengajar di Madrasah Diniyyah Awwaliyyah Al-Azhar, sekolah yang ternyata dirintis oleh ayah dahulu di Gunung Cupu, tepatnya 8 tahun setelah keluarga kami pindah dari daerah tersebut.
“Saya selaku kepala sekolah dan guru-guru senang dan terbuka sekali dengan kedatangan teteh untuk mengajar di sekolah ini,”
“Terima kasih pak, mohon bantuan dan kerja samanya,”
“Insya Alloh kami akan bantu semampu yang kami bisa. Oiya, ada satu hal yang perlu saya sampaikan, sekolah ini dulu dirintis oleh Ustadz Zakariya. Jadi, sudah selayaknya kami membantu anaknya selama menjalankan tugas di sekolah ini,”
Mendengar nama ayahku disebut dan penyebutan aku sebagai anak dari Ustadz Zakariya, hatiku berdesir. Sedikit kaget aku dibuatnya. Sejenak aku sibuk dengan pikiranku sendiri.
“Ohh…jadi ini sekolah yang dulu dirintis oleh ayah?” kataku dalam hati.
Segera aku tersadar dari lamunanku. Sebelum Pak Ahmad menyadari aku sedang melamun, aku dengan tanggap merespon ucapannya.
“Sekali lagi terima kasih pak, semoga kehadiran saya di sini bisa memberi banyak kemanfaatan dan tidak mengecewakan,”
“Insya Alloh, selamat bertugas. Bu Mimin, tolong antar Teh Aisha ke ruang kelas!”
Itulah penggalan percakapan antara aku dan Pak Ahmad saat akan mulai mengajar. Dari beliaulah aku tahu informasi mengenai sekolah yang didirikan oleh ayah dahulu. Aku sangat menikmati hari-hariku mengajar di sekolah ini. Seolah-olah aku bisa merasakan perjuangan ayahku saat pertama kali merintis sekolah ini. Aku merasa sedang menapaki dan meneruskan langkah-langkah perjuangannya.
Apalagi saat itu telah memasuki permulaan Ramadhan, semangatku untuk mengajar anak-anak di Al-Azhar semakin terpompa. Tak kan ku sia-siakan moment yang berharga ini untuk menghimpun kebaikan sebanyak-banyaknya demi meraih janji Alloh yang amat mulia.
Suatu ketika sepulang mengajar, seperti biasa aku berjalan kaki menyusuri sepanjang jalan sebelum naik kendaraan umum. Langkah-langkah kakiku terasa begitu ringan. Angin sepoi-sepoi berhembus dengan lembut menerbangkan ujung jilbabku. Terik matahari tak begitu terasa karena terhalang oleh rimbunnya pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan. Suasana alam yang damai menghadirkan kegembiraan tersendiri di hatiku. Tak terasa sedikitpun letih yang mendera. Rasa haus, lapar dan dahaga bak sirna ditelan keindahan suasana alam. Ramadhan telah memancarkan cahayanya.
Sambil bertafakur, aku melafazkan dzikir-dzikir yang memuji keagungan Rabbul Izzati yang telah menciptakan alam seindah ini. Ketika asyik dengan pikiranku sendiri, aku dikejutkan oleh seorang nenek yang menyapaku secara tiba-tiba.
“Assalamu’alaikum. Punten neng, ari eneng teh tos ngawulang ti Madrasah nya?” nenek itu membuka percakapan denganku.
“Wa’alaikumsalam Warahmatulloh. Muhun ni, abdi teh tos tilu dinten ngawulang di Madrasah. Kunaon kitu ni?” jawabku lembut.
“Nini teh hoyong terang nami eneng teh saha?”
“Oh, nami abdi Aisha Nur Fatimah. Abdi teh ti Madrasah Aliyah Swasta Ciamis, ari nini bade kamana?”
“Neng Aisha? Aisha anakna Ustadz Zakariya??”
“Muhun, nini terang nami bapak?”
“Masya Alloh…Subhanalloh….”
Nenek itu tak meneruskan perkataannya tak pula menjawab pertanyaanku, tiba-tiba ia menangis histeris setelah tahu aku adalah anak Ustadz Zakariya. Ia seperti tak percaya, ia terus saja menangis sambil memeluk dan membelai kepalaku. Aku sendiri bingung dibuatnya. Aku tak tahu penyebab kehisterisannya. Beberapa saat aku biarkan ia menangis.
Setelah ku lihat nenek itu agak tenang, aku berusaha mencari sebab mengapa ia menangis seperti tadi.
“Ni, parantos atuh teu kenging nangis wae. Ayeuna punteun carioskeun, kunaon nini teh nangis?”
“Nini ……..”
Dengan sesegukan nenek menceritakan sebab ia menangis. Ternyata nenek adalah salah satu jamaah yang sering menghadiri pengajian yang diselenggarakan ayah dahulu. Nenek mengaku telah bertahun-tahun mencari tempat tinggal ayah setelah ayah pindah dari daerah ini.
Aku tertegun mendengar penuturan nenek itu. Keberadaan ayah begitu berkesan, sampai-sampai masyakarat daerah Gunung Cupu masih merindukan sosoknya dan selalu mengenangnya. Sebelum pamit, ia meminta alamat tempat tinggal ayah dan mendoakanku dan ayah agar selalu dilindungi Alloh dan dimudahkan segala urusan dalam mengemban risalah dakwah ini. Aku menunduk khusyuk mengaminkan semua doanya dalam hati.
Subhanalloh, lisanku tak henti-hentinya memuji kebesaran Alloh ta’ala atas kejadian yang baru saja aku alami. Semakin terbukalah mata dan hatiku akan perjuangan dakwah ayah yang tak kenal kata menyerah. Ingin rasanya cepat-cepat sampai di rumah untuk bertemu ayah dan mencium tangannya dengan takzim.
Selama dalam perjalanan pulang, cerita yang pernah dituturkan oleh ibuku seolah terekam kembali dalam memori otakku. Dahulu, saat memutuskan menjadi juru dakwah, ayah telah memilih jalannya sendiri. Ayah memilih bergabung dengan sebuah Organisasi Masyarakat (ORMAS) yang berbeda dengan ORMAS yang diikuti keluarga besar ayahnya, yaitu kakekku. Sejak itulah ayah mendidik anak-anaknya dengan didikan ilmu yang ia peroleh dari ORMAS tersebut.
“Menjadi relawan dakwah tidaklah gampang dan mulus-mulus saja jalannya, harus banyak yang dikorbankan,” kata ibuku saat memulai bercerita.
Sebelum keluarga kami tinggal di rumah yang kami huni sekarang, kami sekeluarga tinggal di sebuah daerah yang bisa dikatakan belum tersentuh oleh dakwah. Di sanalah ayah memulai perjuangan menyebarkan risalah dakwah. Ayah mulai menanamkan dan menyuburkan benih-benih keIslaman dengan berbagai cara. Mulai dari mengadakan majelis ta’lim untuk jamaah laki-laki maupun perempuan, membentuk ikatan remaja mesjid hingga mendirikan Madrasah Dinniyyah Awwaliyah. Keadaan di daerah itu pun sedikit demi sedikit mulai terkondisikan, hingga benih-benih keIslaman itu tumbuh menjadi tunas-tunas muda yang bermekaran. Sebuah awal perjuangan yang indah.
Ayah menjadi tokoh yang disegani oleh masyarakat di daerah Gunung Cupu. Masyarakat begitu antusias mengikuti berbagai kegiatan keIslaman yang diadakan oleh ayah. Dari kaum ibu, bapak-bapak, remaja hingga anak-anak semua ikut mengaji.
Seperti yang telah ibu katakan di awal, bahwa jalan dakwah itu tidak mulus, banyak kerikil-kerikil tajam yang bisa menjatuhkan langkah kita. Jalan dakwah itu terjal, banyak hal yang harus dikorbankan demi berlangsungnya risalah dakwah.
Setelah sekian lama berjalan hampir tanpa hambatan, lama kelamaan muncul berbagai permasalahan dan konflik. Ada sekelompok orang yang mulai iri dan tak suka dengan apa yang dilakukan ayah. Mereka iri karena kalah pamor sejak kedatangan ayah. Tak ayal mereka mulai menunjukkan taringnya, menabuh genderang peperangan. Mereka mencoba membuat saingan kegiatan dengan mengadakan pengajian di waktu yang bersamaan dengan pengajian yang diadakan ayah namun dengan tempat yang berbeda.
Mungkin mereka mengira ayah akan marah. Kenyataannya tidak. Ayah justru senang karena ada yang mengikuti jejaknya. Walaupun mereka mengadakan pengajian di waktu yang sengaja berbarengan, jamaah yang datang ke pengajian ayah tetap banyak bahkan banyak jamaah yang berdatangan dari luar kampung. Bila dipandang sebagai peperangan, jelas sekali mereka sudah kalah telak.
Apalagi ketika memasuki bulan suci Ramadhan, mesjid-mesjid selalu disesaki para jamaah sholat tarawih. Berbeda dengan suasana Ramadhan yang dirasakan masyarakat sebelum kedatangan ayah. Menurut penuturan sebagian besar warga, dahulu suasana Ramadhan tidak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Pada malam hari, mesjid-mesjid yang kini diramaikan kaum lelaki yang beri’tikaf terutama di bulan Ramadhan, dahulu sepi oleh jamaah. Jamaah sholat tarawih paling banyak memenuhi dua hingga tiga shaf saja dari permulaan Ramadhan yang semakin hari semakin berkurang saja jumlahnya mendekati hari raya.
Ayah berinisiatif memberikan jeda waktu antara sholat Isya’ dengan sholat tarawih dengan tausiyah singkat dengan tujuan untuk memotivasi dan memberi suntikan-suntikan semangat kepada para jamaah agar istiqomah berlomba-lomba memupuk kebaikan dan pahala di bulan penuh rahmat dan ampunan. Dengan cara ini, jamaah sholat tarawih dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.
Ayah semakin dikenal dan dicintai oleh masyarakat. Hal ini semakin membuat orang-orang yang iri kepadanya bertambah dengki. Ketidakberhasilan mereka membuat ‘pengajian saingan’ itu gagal. Namun, mereka belum menyerah sampai disitu saja. Mereka mulai memikirkan cara lain untuk menyingkirkan ayah. Entah fitnah apa yang mereka sebarkan yang jelas akibat perbuatan mereka, ayah mendapat surat peringatan dari Pimpinan ORMAS tempat ayah bernaung yang berisi pelarangan ayah untuk berdakwah.
Tapi ayah tak hilang akal dan patah arang begitu saja mendapat peringatan seperti itu. Pengajian masih berjalan seperti biasanya, ayah memang tidak lagi menjadi penceramah tapi ayah mengundang ustadz dari luar untuk mengisi pengajian maupun tausiyah sebelum tarawih. Dan tak disangka, jamaah pun malah semakin banyak berdatangan.
Hari berganti hari, tahun demi tahun ayah lewati perjuangan dakwah dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Walaupun sepanjang perjalanan banyak sekali kerikil yang sering kali bisa menjatuhkannya. Selama berdakwah di daerah Gunung Cupu, ayah sering mendapat perlakuan yang tidak baik.
Suatu waktu seusai mengimami sholat berjamaah, sudah menjadi kebiasaannya berdzikir dan berdiam diri sejenak di mesjid. Hari itu telah menginjak hari ke-27 Ramadhan. Saat sedang khusyuk dengan lafaz-lafaz yang membasahi lisannya, tiba-tiba seseorang datang dengan amarah yang tak terkendali menyumpah serapah dan mencaci maki ayah sampai-sampai ia masuk ke dalam mesjid dengan tidak menanggalkan alas kakinya. Kontan ayah berhenti sejenak dari dzikirnya dan mengalihkan perhatiannya kepada orang tersebut.
Tak ada gurat marah di wajah ayahku melihat tingkah orang itu. Untuk beberapa lama ayah membiarkannya, ayah ingin mengetahui apa yang ingin disampaikan orang itu kepadanya dan apa yang membuat dia marah kepada ayah. Ayah tak ingin puasanya batal dan tak bernilai di mata Alloh akibat menanggapi kemarahan orang lain dengan hal serupa.
“Sampaikanlah apa saja yang ingin Anda sampaikan kepadaku, aku akan mendengarkannya,” ujar ayah menanggapi kemarahan orang tadi.
Dalam hati, ayah membaca istighfar dan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW agar tidak terpancing dalam suasana keruh tersebut. Mendapat respon yang demikian, orang itu akhirnya malu sendiri dan pergi dengan langkah kaki yang berat karena kesal dengan sikap dan perlakuan ayah yang tetap ‘dingin’ dan tidak melawan kemarahannya sedikitpun.
Alloh tidak tidur, Dialah yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Alloh tidak diam melihat seorang dari hamba-Nya dianiaya. Sesuai dengan janji-Nya dalam Alquran, “Famayya’mal mitsqaalazarratin khoirrayyarah, wa mayya’mal mitsqaalazarratin syarrayyarah”. Belakangan diketahui orang yang memarahi ayah tersebut sekarang mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya tepat pada hari ke-27 Ramadhan, lima tahun sejak kejadian itu. Itulah balasan yang diberikan Alloh atas perbuatannya sendiri, ia amat menyesali perbuatannya. Penyesalan itu memang selalu berada di akhir, ia bertaubat kepada Alloh dan meminta maaf kepada ayah atas perbuatannya dahulu.
Tak hanya di mesjid, di rumah pun ayah pernah mendapatkan perlakuan serupa dari orang-orang yang iri kepadanya. Seseorang datang bertamu ke rumah. Bukannya menghormati pemilik rumah, tamu itu malah bersikap tidak sopan. Ia dengan berani mencaci maki dan memarahi ayah sambil menggebrak meja yang berada di hadapan ayah. Sungguh tidak beretika dan tidak memiliki tata krama tamu tersebut. Tapi sekali lagi ayah tak membalas kemarahannya dengan perlakuan serupa. Dengan tenang ayah menanggapi tamu tersebut agar mau membicarakan segala sesuatunya dengan kepala dingin melalui diskusi dan musyawarah.
Namun, karena kesombongan dan kedengkian telah menutupi hati orang-orang iri tersebut, permintaan ayah untuk duduk bersama, berdiskusi dan bermusyawarah tak digubris sedikitpun oleh mereka. Tetap saja mereka mengganggap diri mereka yang paling benar dan selalu menyalahkan atas apa yang dilakukan ayah selama ini. Mereka beranggapan perbuatan ayah itu salah karena telah berdakwah di ladang dakwah orang lain.
Bila teringat kejadian pada masa itu, terngiang-ngiang selalu firman Alloh, “Wa man ahsanu qoulan mimman da’aa ilallohi wa ‘amila shalihan wa qaala innani minal muslimin”. Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Alloh dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)”. Mengapa ayah selalu dianggap salah oleh orang-orang itu?
Padahal jika hati nurani mereka ditanya, “salahkah seseorang berjuang mati-matian demi menegakkan kalimat Alloh di tempat yang bukan merupakan tempat dimana ia berasal?”, pastilah mereka akan menjawab “tidak ada yang salah, justru dakwah harus terus dilakukan dimanapun, kapanpun tanpa memandang apakah daerah itu tempat asalnya atau bukan sehingga dakwah akan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia”.
Melihat keadaan masyarakat daerah Gunung Cupu sudah mulai terkondisikan dan ayah merasa keIslaman di sana sudah semakin kokoh, akhirnya ayah memutuskan untuk pindah dari daerah tersebut. Ayah juga ingin memberi kesempatan pada orang-orang yang iri kepadanya untuk mengembangkan dakwah di daerah tersebut. Ayah sama sekali tak ingin memiliki musuh.
Rencana kepindahan kami sekeluarga memang dirahasiakan. Karena jika dari awal sudah dipublikasikan, pastilah banyak orang yang mencegahnya. Mengenai perihal kepindahan kami, ayah mengumumkannya seusai pengajian rutin yang diadakan ayah sepekan sekali. Pengajian itu menjadi pengajian terakhir bagi ayah bersama masyarakat Gunung Cupu. Pengajian itu menjadi perpisahan antara ayah dan para jamaah. Mendengar penuturan ayah, seperti dikomandoi tangis para jamaah pecah seketika. Para jamaah tidak setuju dengan keputusan ayah. Majelis ta’limpun menjelma menjadi lautan tangis dan air mata karena kesedihan yang tak terbendung.
Tetapi ayah tetap menjalankan rencananya. Kami sekeluargapun pindah dari daerah itu. Kami berhijrah dari daerah itu tepat dua hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1418H. Doa dan kesedihan mengiringi kepergian kami. Sampai akhirnya aku dan keluargaku tinggal di kediaman yang baru hingga saat ini. Tak terasa Ramadhan akan segera datang, sudah 14 tahun kami meninggalkan Gunung Cupu dan masyarakatnya.
Kini, keluargaku tinggal dengan tenang di daerah kota, cukup jauh dari Gunung Cupu, 5 km sebelah timur kota Tasikmalaya. Tidak lagi ku lihat raut kesedihan pada wajah ibuku seperti yang dahulu selalu menghiasi wajah tirusnya. Dahulu ketika menemani ayah berdakwah di Gunung Cupu, hampir setiap hari ibu meneteskan air mata menyaksikan betapa kerasnya perjuangan ayah ketika itu. Tubuh ibuku menyusut karena tekanan dan beban perasaan yang sewaktu-waktu melandanya.
Sungguh benar apa yang difirmankan Alloh dalam Alquran, “Wal takun minkum ummatuyyad’uuna ilal khoiri wa ya’muruuna bil ma’ruufi wa yanhauna ‘anilmunkari wa ulaaika humulmuflihuun”. Semoga kami termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung sebagaimana yang disebut dalam ayat tersebut.
Tak terasa, perjalananku menuju rumah terasa singkat sekali. Lamunanku pun berakhir setelah aku sadar sebentar lagi aku harus turun dari angkutan umum yang aku tumpangi.
Hari pun menjelang senja, sebentar lagi waktu yang paling ditunggu orang-orang yang berpuasa segera datang. Aku bergegas membayar ongkos angkut dan langsung berjalan cepat-cepat menyusuri gang menuju rumah untuk membantu ibu menyiapkan segala sesuatu untuk berbuka puasa.
Ingin rasanya mempercepat langkah untuk segera sampai ke rumah dan bertemu ibu dan ayah, mencium tangan dan memeluk keduanya lalu berbisik “Ibu, ayah, aku sayang sekali kepada ibu dan ayah. Semoga ibu dan ayah selalu mendapatkan kasih sayang dan ampunan Alloh Azza wa Jalla.” Aku mengucapkan aamiin berkali-kali dalam hati, mengharapkan janji Alloh yang mengabulkan doa hamba-Nya yang sedang dalam keadaan berpuasa. Tak terasa pipiku menghangat, ada bulir-bulir bening menetes di sana. Tanpa ku ketahui, mungkin bait-bait doaku telah terbang melesat bersama tiupan angin senja menuju langit ke sisi Alloh, Rabb sekalian alam…

Secercah Cahaya

Oleh eMKa

Ramadhan tahun ini, tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Menjelang lebaran—H plus sekian—kegiatan reunian seakan menjadi rutinitas. Moment yang menyenangkan sebenarnya, tapi tak begitu denganku.
Sudah tujuh tahun berlalu, tapi ingatanku sepertinya tak mau lepas dari kenangan itu.
Namanya Puji—ah aku lupa nama panjangnya—adalah orang pertama yang selalu menarik perhatianku semenjak aku masuk kelas 1 SMP. Anak itu berwajah manis, berambut panjang, dan selalu tersenyum. Sikapnya yang lugu dan polos membuat aku semakin penasaran dan membuat aku semakin simpatik. Namun sayang, nasib baik mungkin sedang tak berpihak dengannya. Teman-teman sekelas ternyata tak suka padanya, entah apa sebabnya. Aku sendiri sebenarnya kasihan, tapi tak tahu kenapa aku malah turut membencinya. Bukan. Bukan karena aku iri, syirik, atau yang semacamnya. Aku benci atas satu hal darinya, yakni perbuatan mencontek. Hal sepele memang, tapi tidak denganku. Aku adalah orang yang punya prinsip bahwa mencontek adalah perbuatan curang yang paling aku benci, termasuk orang yang melakukannya. Sebenarnya rata-rata teman-temanku mencontek—dan aku benci mereka—tapi ini lain. Aku kecewa dengannya. Aku kecewa dengan orang yang paling aku kagumi. Akan tetapi, belakangan aku menyesali kekecewaan ini. Aku salah. Seandainya kau tahu, sekarang bahkan aku rindu. Aku ingin kau kembali, hadir menghiasi tawa kami.
Ramadhan tahun ini, tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Menjelang lebaran—H plus sekian—kegiatan reunian seakan menjadi rutinitas. Moment yang menyenangkan sebenarnya, tapi tak begitu denganku.
Namanya Puji. Anak seorang petani, dengan hasil tak menentu. Dia selalu berpakaian rapi, meski bajunya terlihat lusuh dan kumal—baju bekas pakai. Dia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adik-adiknya masih kecil, mungkin baru kelas 1 SD dan TK nol kecil. Setiap hari Puji selalu membantu orang tuanya berjualan—apapun—untuk sekedar memperoleh sesuap nasi.
Setiap masuk sekolah, Puji selalu menjadi bahan gunjingan teman-teman sekelas. Bukan karena dia adalah anak seorang petani. Bukan. Karena rata-rata kami adalah anak petani. Bukan karena dia memakai pakaian bekas. Bukan. Karena rata-rata kami memakai baju lungsuran kakak, saudara, atau tetangga kami. Tetapi karena ada satu sikap yang membuat teman-temanku tak menyukainya. Entahlah, sampai saat ini aku pun tak tahu. Yang sering aku dengar, teman-temanku selalu berkomentar, “menyebalkan..,”. Tapi dia tetap tersenyum.
Namanya Puji. Dia adalah orang yang selalu terlambat masuk kelas. Pernah oleh guru terkiller, dia di setrap disuruh berdiri di pojok ruangan selama jam pelajaran. Tapi dia tetap tersenyum.
Puji selalu mendapat nilai terendah dari empat puluh siswa di kelasku. Tapi dia tetap tersenyum.
Puji adalah orang yang paling tidak populer di kelas. Berkebalikan denganku. Tapi dia tetap tersenyum.
Apapun itu, kondisi bagaimanapun, Puji selalu tersenyum.
Aku mengaguminya, meski aku benci padanya.
Tak terasa, waktu telah berlalu. Kini aku kelas 2 SMP. Di sekolahku, kelas 2 SMP adalah masa-masa paling seru, karena kelas kita di acak. Kelas kita sekarang, berbeda dengan kelas setahun yang lalu. Teman-teman pun demikian, karena di acak. Tak sadar, ternyata aku tak sekelas lagi dengannya. Beberapa bulan kemudian, aku mendengar kabar bahwa sekarang dia telah memakai kerudung. Rasa senang dan kagumku seakan memenuhi rongga dadaku, meski kekecewaan waktu itu masih menyisa di kalbuku. Pernah suatu ketika, tak sengaja aku berpapasan dengannya. MasyaAllah, cantik sekali. Bagi seorang yang religius, aku bangga padanya. Kemajuan yang sangat luar biasa, meski aku belum mampu untuk mengikuti jejaknya untuk memakai penutup aurat. Dan perlu kau tahu, di sekolahku yang memakai kerudung waktu itu bisa dihitung dengan jari.
Kelas tiga SMP, menjadi masa yang paling tegang. Masa ini adalah akhir dari cerita SMP, berevolusi dari remaja menjadi dewasa di bangku SMA kelak. Kelas tiga ini, kembali ke kelas semula. Dan akhirnya kini aku bisa sekelas lagi dengannya.
Namanya Puji. Dia adalah seorang gadis remaja yang sangat anggun dengan kerudungnya. Dia adalah yang nomor satu. Dia adalah yang terpopuler di kelas. Dia selalu berpakaian rapi dan terlihat bersih. Dan dia selalu datang paling awal di kelas. Lagi-lagi dia menjadi orang ternama yang menjadi gunjingan teman-temanku setiap saat. Entahlah apa yang menjadi gunjingannya, yang aku dengar, mereka selalu berkomentar, “Puji is the best..,”.
Ya, Puji telah berubah. Semakin hari, semakin luntur rasa benci dan kecewa yang ada dalam hatiku. Aku tersihir akan perubahannya. Tentu, aku sangat senang karena dia adalah sainganku sekarang. Banyak guru-guru kelas tiga yang memujinya. Sungguh, aku tak iri, aku senang dengan kenyataan itu. Dengan begitu, aku akan bersemangat untuk terus belajar, agar aku tetap menjadi nomor satu.
Namanya—siapa lagi kalau bukan Puji. Adalah orang nomor satu, dan selalu berprestasi. Teman-teman satu kelas menyukainya. Hingga suatu hari, kejadian buruk menimpanya. Entahlah, mungkin ini untuk kedua kalinya nasib baik tak berpihak dengannya. Yang kudengar dari gosip, Puji terkena beri-beri. Untuk seumuran kelas tiga SMP, aku baru mendengar penyakit itu. Puji terkena beri-beri di perutnya. Perutnya membuncit, dan semakin hari semakin besar.
Mungkin, tahun ini adalah tahun paling kelabu bagi Puji. Sekarang, Puji selalu datang terlambat. Prestasinya anjlok. Dan yang membuatku gusar, setiap saat Puji selalu menangis di kelas. Saat pelajaran, saat istirahat, dan saat pulang. Kami mengira, Puji menangis karena menahan sakitnya. Kami iba padanya. Hingga suatu saat, dia terlihat sangat syok, dan harus di bawa ke UKS.
Semenjak saat itu, Puji tak lagi muncul di sekolah untuk waktu yang cukup lama, sampai terdengar kabar bahwa Puji telah melahirkan bayi laki-laki. Pamannya yang telah menghamilinya.
Tak kuasa kubendung air mataku. Sampai saat ini, aku bahkan menyesal dulu pernah benci padanya. Aku menyesal, kenapa aku tak berusaha dekat padanya. Dan perlu kau tahu, aku menyesal seumur hidupku, kerana aku tak pernah berbicara satu kali pun dengannya.
Ramadhan tahun ini, tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Menjelang lebaran—H plus sekian—kegiatan reunian seakan menjadi rutinitas. Moment yang menyenangkan sebenarnya, tapi tak begitu denganku.
Depok, 27 Juli 2011
Teruntuk Puji tersayang, maafkan aku, aku berharap suatu saat, kita akan bertemu dalam jalinan ukhuwah..
Kau tahu aku menyesal tak pernah mengenalimu.. dan terima kasih kuucapkan padamu karna kau telah menjadi inspirator untukku.. Alhamdulillah, kini aku telah berhijab.
Semoga kau bahagia, dimanapun kau berada. Allah Bless You

With Love

oleh eMKa

Memasuki musim ketigo , udara terasa dingin, daun-daun kering, dan tanah ladang mulai merekah. Cuaca di musim ini seakan mendukung hatiku yang sedang kelabu. Tak terasa bulir airmataku menetes, perlahan, dan menjadikannya serpihan permata ketika sampai di tanah tempat aku berdiri. Bayangan itu berkelebat lagi dalam benakku.
“Mak, Aku tresna karo kang Alex..,”
“Tresnomu iku ra bener, bocah koyo kuwi kok ditresnoni! Bocah ra bener, ndhugal, tukang metengi anake wong! Mbok yo wis karo mas Muis kae,”
“Mak, aku ora tresno karo mas Muis. Aku tresnone karo kang Alex, Mak. Kang Alex iku ra koyo sik mamak bayangke, kang Alex iku wong apik. Konco-koncone sik njalari elek Mak,”
“Sakkarepmu, pokoke kowe kudu trimo lamarane mas Muis, titik.”
Setelah mendengar keputusan mamak secara sepihak, aku kalap, dalam dada terasa sesak. Setelah mamak keluar kamar, tiba-tiba diluar kendaliku, tanganku meraih tongkat besi yang ada didekat pintu.
Pyaaaaaaaaaaaarrrr
Aaaaaaaaaaaaaaagh
Sungguh, aku kalap.
Sungguh. Aku sangat bersyukur, pentunganku tidak kena mamak. Pentunganku meleset mengenai kaca lemari di samping mamak.
Mendengar keributan, bapak segera membekukku, waktu itu aku masih kalap. Aku seperti kesetanan. Kesadaranku berangsur pulih ketika adik ragilku yang masih duduk di kelas 6 SD merengek ketakutan melihat kejadian ini.
“Mak, kenopo si? Mengko nek koyo kene terus aku ra sido mangkat..,”
“Wis rapopo, kono mangkat,”
Adikku langsung berangkat ketika disuruh berangkat mamak. Aku tidak tega sebenarnya, kebetulan hari itu adikku sedang Ujian Nasional (UN). Entah bagaimana nanti dia mengerjakan soal-soal setelah melihat kejadian itu. Setelah adikku berangkat, mamak langsung mengasingkan diri ke tetangga. Bapak masih berusaha meredakan amarahku.
“Shinta, kamu menangis, kenapa?”, tanya seorang pria sambil memberikan air putih padaku. Dia suamiku.
Bukan. Bukan mas Muis dan bukan Kang Alex.
Setelah perseteruan kecil itu, aku memutuskan tidak lagi berhubungan dengan kang Alex. Keesokan harinya, mas Muis datang bersama ayahnya. Aku benar-benar ketakutan..
“Shin, mamak nyuwun ngapuro atas kedadean wingi, saiki metu dhiluk yo temoni mas Muis..,” pelan mamak bicara di balik pintu kamar yang sengaja aku kunci.
Aku terdiam. Lidahku seakan kelu untuk menjawab mamak. Yang terdengar hanyalah sesegukan, ya, aku menangis tergugu. Akankah cinta masih bisa diupayakan?
Entah sudah berapa lama mas Muis menungguku keluar kamar. Setelah aku tak kunjung keluar hingga menjelang sore, mas Muis dan pulang. Kasihan mas Muis. Mas Muis sangat mencintaiku. Tapi aku malah sering membuat dia sakit hati. Jika dibandingkan dengan kang Alex, mas Muis jauh lebih banyak kelebihannya. Dia baik, sayang sama adik-adikku, sholeh, anak orang kaya pula. Tampangnya pun lumayan ganteng. Banyak gadis yang tertarik padanya. Tapi entah mengapa aku lebih memilih kang Alex daripada mas Muis. Hatiku lebih condong kepada kang Alex, yang di masyarakat terkenal dengan preman kampung.
Setelah lamaran mas Muis aku tolak secara halus. Mas Muis tidak lagi menampakkan diri. Tidak pernah main ke rumah maupun ke tetanggaku. Mas Muis, maafkan aku. Aku tahu, pasti rasanya sakit sekali.
Bukan. Bukan mas Muis dan bukan Kang Alex.
Yang berdiri disampingku ini adalah seorang lelaki yang jauh dari tampan, jauh dari mapan. Serba kurang dari segala hal. Jika mengingat perseteruan kecil dulu, aku ingin menangis. Seandainya dulu aku manut sama mamak, mungkin sekarang aku akan berada di keluarga yang sangat sayang padaku. Dan hidup berkecukupan. Seandainya dulu aku menerima lamaran mas Muis.
Ah mas Muis, maafkan aku. Semoga sekarang kau bahagia dengan istri dan anak-anakmu. Mas Muis kini sudah punya dua anak yang lucu-lucu. Aku pun demikian. Aku punya satu anak dari suamiku. Meskipun kami serba kekurangan. Tapi aku berusaha untuk merasa bahagia. Dari situ, sekarang aku yakin bahwa orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Apapun pilihan orang tua, pastilah yang terbaik bagi kita meski awalnya menyakitkan.

Kutoarjo, 4 Agustus 2011

Minggu, 05 Juni 2011

Semangat semangat..

Ternyata mengerjakan sesuatu bareng temen-temen lebih asyik loh.. Bisa dibawa nyante, udah gitu kita bisa diskusi.. Disambi nyetel musik deh. Wkwkwk..
Ya Allah, sungguh, nikmat Engkau yang manakah yang kami dustakan..
Pasti bakalan kangen banget deh saat2 seperti ini..
Temen2 smg Allah mengikat hati2 kita ya...
CHAYOOOOOOO..

Sabtu, 04 Juni 2011

Beratnya tugas2_Q

"Puff.. ,Lis, kamu ngerasa ga..kok kayaknya semester ini berat banget ya?? Liat aj muka anak2 2008. Pada kusut semua!" Kata temenku ditengah aku searching data untuk tugas Sistem Informasi Akuntansi.
Hemm.. udah beberapa temen2ku yang bilang seperti itu. Emang sih kalau dipikir-pikir benar juga. Tugas2 bejibun. Masih mending kalau tugasnya yang cuma cari data di buku gitu. Ini banyak tugas yang harus ke lapangan. Belum lagi semester depan kita udah masuk jenjang skripsi. So, akhir semester ini kita juga kudu cari inspirasi untuk skripsi. Ga bermaksud menyalahkan siapa2 ci.. mungkin emg bulan mei kemarin juga lg pada pusing dg event besar yang diselenggarakan ormawa "GES 5". Jadi mungkin saja mereka sekarang ini juga mengejar ketinggalan..
Gimana yah.. sebenernya kalau kita disiplin, tugas2 tersebut pasti selesai.. Tapi kadang kita suka menganggapnya ribet. Jadinya ga dikerjain deh.. tinggal mendekati deadline baru deh pada kelimpungan..
Apa ya, saat ini belum bisa ngasih solusi yang pas, soalnya aku sendiri pun masih belum bisa disiplin.. Cuma mau share aja.. ternyata, kalau kita mau mencoba mengerjakannya atawa nyicil.. pasti bisa selesai. Yuuk.. masih ada waktu buat ngerjain... !!! Chayoo..!

Kamis, 26 Mei 2011

Is me the true choice ?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
"Jika engkau sia-siakan amanah, maka tunggulah kehancuran.
Dikatakan, hai Rosulullah, " apa yang membuatnya tersia-sia??
Rasulullah manjawab, "yaitu ketika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
(HR.Bukhari)

Ya Allah, jika ini memang yang terbaik menurut Engkau, maka tuntunlah hamba.. tuntunlah hamba.. agar diri ini menjadi sebuah pohon yang kuat akarnya. Tuntunlah hamba menjadi sebuah karang yang tahan akan hempasan gelombang.
Tuntun hamba ya Allah..
Jika memang ini terbaik menurut Engkau..

Jalan dakwah ini, amanah ini, pastilah tak berujung. Apakah ini sebuah pilihan? Bukan, ini adalah sebuah keputusan. Sebuah keharusan. Di saat yang lain lengah, kan kucoba bertahan, menjadi perisai yang tahan akan goresan. Di saat yang lain goyah, kan kucoba tegar. Meski sebenarnya berat. Meski kenyataannya aku menangis.

Ya Allah, jika pilihan ini tepat. Maka jadikanlah aku sebagai teladan. Jadikanlah aku seekor burung nuri di pucuk pohon kenari yang bernyanyi merdu meski disekelilingnya pilu. Seakan menjadi penghibur hati yang lelah, hati yang terluka.

Ya Allah, is it true? Is me true the best choicer for this sesion?
Maha Suci Allah yang Maha Mengetahui. Give me the Power..

Minggu, 24 April 2011

Merasa Bisa dan Bisa Merasa

Ini mungkin ga jauh beda ma postingan aku yang kemaren.
Asal usul, setelah baca novelnya bang tere, aku terinspirasi untuk nulis tentang hal ini. Dalam kehidupan nyata versi modern, banyak kita temukan manusia-manusia yang merasa bisa, mungkin termasuk aku. Merasa bisa, bisa, dan bisa itu perlu.. kenapa? Karna itu salah satu hal yang dapat mendorong kita agar kita terus maju dan tidak terpuruk oleh suatu keadaan. Kalau kita tidak hafal mantra itu, akan sulit kita mengejar ketinggalan. Aku pikir, stiap insan pasti ada kata2 aku bisa (yes, i can !). Namun kita lupa, bahwa di stiap sendi kehidupan ada sesuatu hal yang lebih penting. What?? is can feeling, yakni seharusnya kita tidak hanya merasa bisa, tetapi juga bisa merasa. Sedih, kalau ajaran orang tua kita, kita tinggalkan begitu saja.
Mamak aku adalah orang yang welas asih, apa2 kasih ke orang lain. Sempat aku berkata dalam hati.."uh, ngapain ngasih2 ke orang, sedangkan orang lain ga pernah ngasih ke kita" atau pernah suatu saat mamak jualan, eh ngasihnya tu melebihi takaran. Mungkin orang yang tidak bisa merasa ya seperti aku, berlarut2 memikirkan untung rugi duniawi. Sedangkan orang yang bisa merasa, sudah pasti hidupnya nyaman dan dalam keberkahan.. disekelilingnya juga dipenuhi oleh orang-orang yang menyayangi dan mengasihi.. Itulah makna, kenapa kita setiap saat harus bisa merasa. Mungkin ini adalah pelajaran berharga buatku.. Pasti ada hikmah disetiap rangkaian kehidupan.. My mother, i love you.. kau jadikan setiap detik hidupku jadi lebih bermakna.. pray to me mom,,

Kamis, 21 April 2011

Bangga ya.. bisa menjadi hebat...

Guys, bangga disini bukan berarti sombong yah.. Bangga berarti bersyukur atas karunia-Nya.. Hebat disini yang aku maksud adalah, bisa bermanfaat bagi orang lain. Terinspirasi dari pak Prasetya M Brata, cuy.. Hebat, bangga menjadi diri sendiri. Hebat, dengan berucap kata bisa menjadi sebuah mantra.
Pernah suatu ketika ada seseorang yang berdoa terus-menerus.. Seseorang itu yakin doanya pasti akan dikabulkan oleh-Nya. Siang malam, sampe terbawa dalam shalat malamnya.. Pas 3 hari kemudian, doanya dikabulkan. Ada lagi nih, seorang akhwat berkata_dalam perjalanan dauroh_"Pengen deh sesekali dorong mobil". Walhasil ditengah perjalanan mobil yang ditumpangi tersebut mogok. Walhasil dia beserta rombongannya mendorong mobil. wah wah itulah kekuatan kata-kata, bisa menjadi mantra ! Lantas apa hubungannya dengan hebat? Gini, bisa menjadi hebat, 90% adalah dari diri sendiri..bukan dari orang lain. Ada sokongan dari orang lain pun, tetap kembali ke diri sendiri.. so, bermainlah mantra.. untuk mengubah nasib kamu! yaitu dengan terus berdoa dan berusaha. Selalu memotivasi diri sendiri agar bisa menjadi hebat. Jadi, yuk perbaiki diri.. Bangga kan.. bisa menjadi hebat..

Minggu, 17 April 2011

perhatian, perhatikan, atau perhatiin? _kondisi sahabatmu adalah tanggung jawabmu juga loh_

"Ih sebel, udah satu kosan, tiap hari ketemu..masih aj ga tau jadwal libur kuliah aku, padahal udah sering nanya..!"
Nah lho, kenapa bisa? Hati-hati lho, kondisi sahabatmu adalah tanggung jawab kamu.. Tapi, jangan asal suudzan.. kamu kudu merhatiin juga asal usul kenapa beliau tidak juga inget tuh jadwal libur kita misalnya. Alhamdulillah kalau kamu udah bisa tau kebiasaan sahabat kamu, dari jadwal kuliah mpe karakter. Yang penting disini, kamulah yang terus perbaiki diri kamu.. agar senantiasa terus dan terus memahami sahabat kamu. Jangan lantas marah-marah ke sahabat kamu itu. Terus gimana nih kalau kasusnya gini..'kita tau setiap malam jam 9 teng, ada cowok yang telponin sahabat kamu terus..padahal kita tau klo Islam melarangnya.. ditambah lagi sahabat kamu itu lulusan pesantren'.. hayo.. masak kita harus ngertiin yang begitu begituan biar dianggap lumrah gitu.. menurut temen-temen gimana?
kalo aku sendiri sih, karna aku orangnya melankolis plegmatis sempurna, ya ingetin lah sahabat kamu alias di warning! lantas kalau masih? ya berdoa aja supaya lekas dapet petunjuk n hidayah dari Allah SWT ,amin..

Jumat, 01 April 2011

Expedition

"Karena persahabatan adalah energi juang kami, dan keceriaan (dalam kesederhanaan) adalah cara kita berjuang bersama"

Bogor, 29 April 2011, INCOM BEM STEI SEBI berkunjung ke IPB dalam rangka melaksanakan proker yang terakhir yakni Expedition of BEM. Kami bersepuluh (aku, ka yuli, hendi, kasyfi, pupu, khonsa tsabitah, ummu khonsa, fini, osman, dan amar sbg sopir) sampai di lokasi yaitu student center IPB sekitar pukul 16.15 dan disambut oleh temen-temen kominfo IPB. Kami disambut dengan sangat hangat oleh kru kominfo IPB diantaranya ada mbak ages, kak ari, kak bayu, dan yang lainnya. Tujuan dari acara ini adalah untuk study banding antara INCOM BEM SEBI (dikarenakan masih departemen baru) dengan kominfo IPB, agar INCOM BEM SEBI bisa lebih meningkatkan kinerjanya di kepengurusan mendatang.
Tepat pukul 16.30 acara di mulai, disambut oleh menteri kominfo IPB yakni kak M.Bayu Maulana. Sedangkan pembukaan dari INCOM SEBI oleh Kasyfi sebagai koordinator.
Banyak hal yang kami dapatkan disana. Dengan jargonnya KOMINFO "Yes we Can!", kominfo mengkombinasikan prokernya secara apik. Diantaranya ada Bem Media (sms center, mading, buletin kominfo), pembukuan database kemitraan, BEM Ceria (open house, kalaedoskop), Pelatihan jurnalistik (editorial writing, graphic design, web design, pelatihan fotografi, dan video editing), dan terakhir forum alumni. Sekarang ini, kominfo IPB sedang merancang sistem bagaimana agar 10 orang kominfo dapat menghandle 20.000 mahasiswa IPB (sms center). Wah wah.. bagaimana dengan SEBI ya? menghandle 500 mahasiswa aj masih kewalahan.. Yah bertahap lah.
Setelah presentasi oleh kedua belah pihak, acara dilanjutkan dengan diskusi. Diskusi berlangsung sangat seru, meskipun waktu sangat terbatas. Dalam diskusi dibahas bagaimana sistem realisasi sms center, kendala-kendala yang dihadapi temen-temen kominfo dalam menjalankan proker, bagaimana mengatur waktu dalam organisasi dan terakhir tentang kaderisasi.
Kaderisasi merupakan diskusi yang paling menarik. Ternyata kaderisasi di IPB tak jauh berbeda dengan SEBI. Bedanya SEBI menambahkan unsur mentoring, dimana mentor atau murobi berperan serta dalam kaderisasi.
Masih banyak hal lagi yang menarik yang kami dapatkan di sana. Dan yang aku ingat kata-kata kak ari "Seseorang masuk organisasi adalah sebuah keputusan dan pasti ada konsekuensinya yaitu waktu. Ketika suda nyebur dan terlanjur basah, maka basahlah atau menyelamlah sekalian! Organisasi tidak membutuhkan kita, tapi kitalah yang butuh berorganisasi!"
Semoga kedepan kita bisa menjadi kader-kader yang berkualitas, militan, dan istiqomah. Amin.

Senin, 28 Maret 2011

Berjuanglah untuk Kebaikan dan Kebenaran, Sepahit dan Sesulit Apapun

Berjuanglah untuk kebaikan dan kebenaran,sepahit dan sesulit apapun.
Bersatulah dalam jamaah, sebenci dan sekecewa apapun.
Karena berjamaah lebih baik daripada sendiri.
Bangkitlah ketika jatuh dan jangan menyerah.
Peganglah prinsip kita selama itu benar.
Bertausiahlah setiap saat agar saudaramu merasa memiliki dan dimiliki.
Jangan tinggalkan yang dibelakangmu, tunggu dengan kesabaran dan keikhlasan.
(Hasan al-Banna)


Sms dari anisyah ini kembali mengingatkanku akan hakikat sebuah ke-istiqomah-an. Hampir yakin seratus persen, pasti setiap individu dalam organisai pernah merasakan kecewa. Entah kecewa terhadap orang-orang didalamnya ataupun terhadap organisasi itu sendiri.


"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar." (QS. Az-Zumar:3)


Sungguh, berat rasanya untuk beristiqomah. Ketika kita sudah mantapkan hati, masih tetap ada saja gangguan, problem, dan sebagainya. Bahkan semakin kita merunduk, semakin berat rintangan yang harus kita hadapi.

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."
(Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3)


Bohong kalau aku bilang bahwa aku tidak pernah kecewa. Sering. Sering aku mengalami kekecewaan, bahkan sampai detik ini. Hingga datang sms tabayun, malam sebelum aku menuliskan blog ini. Seneng campur haru, hingga tak terasa air mataku menitik. Mungkin inilah kekuatan seoarang Muslim. Sejuknya sampai ke kalbu.

Bagi yang belum pernah merasakan kecewa, pasti bertanya-tanya.. Kok bisa sih kecewa? Menurutku_berdasarkan pengalaman pribadi,he_ Mungkin yang pertama, kondisi seseorang sedang labil. Seseorang yang labil sudah pasti selalu mengambil kesimpulan yang kurang tepat. Ia hanya berpikir sebatas idealismenya_bisa dibilang cenderung egois. Kemungkinan yang kedua, sedang stress atau banyak masalah. Bagi seorang aktivis yang mempunyai segudang aktifitas, kemungkinan ini lebih sering terjadi. Misalnya dikejar-kejar proker, deadline LPJ, atau bahkan masalah kuliah pun dibawa-bawa saking banyaknya tugas, dan sebagainya.

Apart of all them, we hope "Semoga kita senantiasa istiqomah berjuang dan beramal dalam jama'ah serta saling menguatkan..!"
Allahu Akbar !