Minggu, 02 Mei 2010

ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI DI INDONESIA

Dewasa ini, pengetahuan akan akuntansi semakin berkembang yang ditunjukkan dengan masuknya akuntansi sebagai suatu bidang studi di perguruan tinggi dan merupakan bahan pelatihan dalam kursus-kursus maupun keterampilan lainnya. Akuntansi merupakan keahlian khusus yang bersifat melayani masyarakat sehingga faktor social, etika, dan moral juga terlibat di dalamnya. Faktor tersebut menjadi penting khususnya kalau akuntansi diarahkan untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pengertian akuntansi sendiri ada beberapa pandangan. AICPA (American Institude of Certified Public Accountants) mendefinisikan akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan penginterpretasian hasil proses tersebut. Definisi lainnya, akuntansi adalah seperangkat pengetahuan dan fungsi yang berkepentingan dengan masalah pengadaan, pengabsahan, pencatatan, pengklasifikasian, pemrosesan, perigkasan, penganalisisan, penginterpretasian, dan penyajian secara sistematik informasi yang dapat dipercaya dan berdaya guna tentang transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan yang diperlukan dalam pengelolaan dan pengoperasian suatu unit usaha dan yang diperlukan untuk penyusunan laporan yang harus disampaikan untuk memenuhi pertanggungjawaban pengurus keuangan dan lainnya. Selain itu didefinisikan bahwa akuntansi adalah kegiatan/fungsi penyediaan jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif tentang unit-unit usaha ekonomik, terutama yang bersifat keuangan, yang diperkirakan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomik. (Suwardjono,edisi ketiga:4-6)

Perkembangan Ilmu Akuntansi
Ahli sejarah di kalangan orang-orang Barat menuliskan bahwa ilmu akuntansi sudah lama ada sejak manusia mulai bisa menghitung dan mencatat. Catatan tertua yang berhasil ditemukan dan masih tersimpan sampai saat ini yakni berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi. Mulanya, pencatatan akuntansi (transaksi perdagangan) dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit kayu, dan sebagainya. Kemudian menyusul di Mesir dan Yunani kuno. Namun, pencatatan pada saat itu belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap yakni dikembangkan di Italia setelah dikenalnya angka-angka desimal dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu.
Perkembangan ilmu akuntansi tersebut ternyata terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double entry system) oleh pedagang-pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan berpasangan tersebut, Lucas Pacioli, seorang pemuka agama dan ahli matematika menerbitkan sebuah buku tentang pelajaran pembukuan berpasangan tepatnya pada tahun 1494 dengan judul Summa de Aritmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita yang berisi mengenai pelajaran ilmu pasti. Dalam buku tersebut terdapat beberapa bagian yang berisi pelajaran pembukuan untuk para pengusaha. Bagian yang berisi pelajaran pembukuan itu berjudul Tractatus de Computis et Scriptorio. Perkembangan ilmu akuntansi pada masa itu ditandai dengan menyebarnya buku tersebut di Eropa Barat dan selanjutnya dikembangkan oleh para pengarang berikutnya. Sesuai dengan perkembangannya, selanjutnya sistem pembukuan berpasangan tersebut dikenalkan dengan menyebut asal negaranya, misalnya sistem Belanda, sistem Inggris, dan sistem Amerika Serikat. Sistem Belanda disebut juga sistem Kontinental. Sedangkan sistem Inggris dan Amerika Serikat disebut sistem Anglo-Saxon. Kemudian pada abad pertengahan, pusat perdagangan pindah dari Venesia ke Eropa Barat. Pada waktu itulah ilmu akuntansi mulai berkembang pesat terutama di Inggris yang menjadi pusat perdagangan yakni pada masa revolusi industri. Sistem pembukuan berpasangan tersebut yang mulai disebut accounting (akuntansi) pada akhirnya berkembang di Amerika Serikat yakni pada akhir abad ke-19. Sejalan dengan perkembangan teknologi di negara itu, sekitar pertengahan abad ke-20 telah dipergunakan komputer untuk pengolahan data akuntansi sehingga praktik pembukuan berpasangan dapat diselesaikan dengan lebih baik dan efisien. Perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan tata buku Ilmu Akuntansi yakni pada zaman penjajahan Belanda. Ilmu Akuntansi tidak sama dengan tata buku, walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan. Akuntansi sangat luas ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. (http://www.asianbrain.com/)
Dari perkembangan atau sejarah ilmu akuntansi tersebut dapat kita lihat bahwa ilmu akuntansi seolah-olah ditemukan dan berkembang di peradaban Barat. Padahal, kalau dikaji lebih luas lagi dari berbagai sumber dan fakta lainnya, Islam baik melalui Al-Quran, fikih maupun peninggalan dan sejarahnya Islam telah memiliki akuntansi, jauh sebelum Lucas Pacioli yang dikenal sebagai bapak akuntansi. Propaganda di Barat seolah meniadakan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam abad ke-6 sampai abad ke-13. Perkembangan akuntansi sebagai domainnya ”Arithmatic quality” sangat ditopang oleh ilmu lain khususnya Arithmatic, Algebra, Mathematics, Algorithm yang ternyata ditemukan dan dikembangkan oleh filosof Islam yakni Abu Yusof Ya’kub bin Ishaq Al Kindi, Al Karki, dan Al Kharizm. Demikian juga sistem nomor, decimal, dan angka nol ”0” yang kita pakai sekarang sudah dikenal sejak 874 M, yang sudah diakui oleh Hendriksen merupakan sumbangan Arab Islam terhadap akuntansi (dan juga bagi ilmu Komputer). Sistem ini baru dipakai Eropa 3 abad sesudahnya. (Sofyan Syafri Harahap, 1997; 133)
Akuntansi pada masa kelahiran feodalisme di Eropa mulai berkembang dan saling menopang dengan perkembangan ekonomi kapitalisme. Akuntansi melakukan kegiatan pencatatan dan pemberian informasi bagi investor atau capitalist sehingga ia dapat memilih alternatif yang menguntungkan. Dari akuntansi, investor dapat mengawasi asset perusahaannya dan dapat mengembangkan modalnya sehingga semakin besar dan meluas. Perkembangan ekonomi di Eropa menyebabkan para investor sampai menjelajah ke USA dan akhirnya belahan bumi ini menjadi daerah tumbuh suburnya ilmu akuntansi sampai sekarang. (Ibid; 134). Akuntansi cara Amerika tersebut (Anglo-Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia tepatnya setelah tahun 1960. Jadi, sistem pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke sistem Amerika (Anglo-Saxon).

Praktek Akuntansi dalam Budaya Kapitalisme
Kapitalisme lahir dari paham yang menganggap kemakmuran masyarakat hanya timbul jika kegiatan produksi diserahkan pada individu (Ibid ;134). Akuntansi sebagai salah satu ilmu sosial juga merupakan ilmu pengetahuan dan prakteknya yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kapitalisme. Jaringan kerja dan relasi-relasi yang dibentuk kapitalisme telah mengubah perilaku dalam praktek akuntansi serta turut dalam mewarnai teori akuntansi yang disebut-sebut sebagai instrumen penting dalam dunia bisnis (the language of business). Akuntansi dalam lingkungan kapitalisme menjadi tidak berdaya dan mau tidak mau ikut tergilas dalam derasnya arus kapitalisme. (http://aghniyarahmani.wordpress.com/). Beberapa bukti dalam dasawarsa terakhir telah menunjukkan bahwa praktek akuntansi selama ini kental dengan kapitalisme. Akuntansi dalam praktek bisnis modern sangat identik dengan angka-angka. Tanpa angka adalah sesuatu hal yang sangat mustahil bagi akuntansi dan implikasinya adalah bahwa tanpa akuntansi kita tidak dapat menggambarkan keadaan entitas bisnis, sebagaimana dikemukakan oleh Hines di bawah ini :
Akan jadi apa ”posisi keuangan” atau ”kinerja” atau ”ukuran” sebuah perusahaan tanpa akuntansi keuangan ? tanpa konsep ”aktiva”, kewajiban, ”modal”, dan ”laba” (yang semuanya diterjemahkan dalam bentuk angka) pertanyaan-pertanyaan tentang kesehatan kinerja, dan ukuran perusahaan akan sulit dijawab (1986 ; 61).
Imbas dari pemikiran di atas maka praktek akuntansi yang berlangsung akan berfokus pada ”angka-angka” akuntansi yang akan diciptakan, agar kinerjanya baik maka akuntabilitas dari ”angka” akuntansi yang dibentuk dikesampingkan, praktek-praktek manajemen laba, transfer pricing, taking a bath dalam akuntansi menjadi ”hal yang wajar”, dan skandal akuntansipun makin menjamur. Beberapa fakta seputar skandal akuntansi ini diantaranya :
• Perusahaan publik seperti Enron, WorldCom, Xerox, Merck, Tyco Intl, dan sebelumnya Global Crossing, dan yang terakhir Adelthin, mereka semua adalah perusahaan besar di Amerika dan dengan sekejap hancur dikarenakan skandal akuntansi (lihat KOMPAS, Senin, 15 Juli 2002)
• Kasus lanjutan dari ENRON yang mengakibatkan ditutupnya salah satu KAP besar yang termasuk ke dalam Big Five.
• Kasus Bank Century dan makelar kasus (markus) pajak yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak, Gayus Halomoan Tambunan merupakan puncak gunung es dari kebobrokan birokrasi yang memegang perekonomian (lihat REPLUBIKA, Selasa, 30 Maret 2010)
Fenomena di atas memperjelas bahwa praktek akuntansi saat ini kental dengan perilaku-perilaku yang tidak etis dan merugikan pihak lain. Hal ini terjadi dikarenakan perkembangan teori akuntansi beserta perangkat standar dalam lingkungan yang kental dengan budaya kapitalisme mengakibatkan perilaku dari individu-individu di dalamnya menonjolkan perilaku yang kapitalis juga. Selain itu, akuntansi bersifat egoistik, dimana tujuan akuntansi lebih ditujukan untuk kepentingan shareholder. Akuntansi modern sekarang ini juga concern pada materi semata (materialistik). Menurut Triyuwono (2006) secara implisit kedudukan kapitalis yang sentral ini telah mengakibatkan : bentuk akuntansi menjadi egois, bias materi, tidak memperhatikan eksternalitas, bias maskulin dan berorientasi pada informasi berbasis angka.
Akuntansi Syariah sebagai Alternative dan Solusi
Sebagian besar orang berpendapat bahwa akuntansi hanyalah sebagai alat yang bebas nilai (value free) dimana akuntansi (konvensional) adalah suatu yang dapat diterima dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal akuntansi (syariah) adalah disiplin ilmu pengetahuan yang sarat nilai (value laden). Dimana di satu sisi akuntansi dibentuk oleh lingkungannya (socially constructed) dan disisi lainnya sekaligus dapat membentuk lingkungannya (socially constructing). Akuntansi adalah sebuah produk sejarah dan refleksi budaya.
Sebagaimana yang telah dipaparkan, akuntansi di Indonesia dibangun diatas pondasi yang kuat dan mengakar yakni berupa kapitalisme yang mana telah membelenggu praktek akuntansi dan perkembangan ilmu akuntansi itu sendiri. Konsep kapitalisme juga telah meniadakan sisi ketauhidan (ibadah kepada Allah SWT) dan lebih menitikberatkan pada pemuasan individu yang berlebihan sehingga perilaku-perilaku negative dalam bisnis menjadi hal yang diwajarkan. Maka dari itu, akuntansi syariah adalah alternative dan solusi yang tepat dan tidak diragukan lagi karena akuntansi syariah didasarkan pada filosofi Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadist. Akuntansi syariah juga merupakan elemen yang dapat mewujudkan sistem ekonomi Islam yang adil, jujur dan kekayaan yang tidak menumpuk pada satu pihak saja, tidak merusak alam, akidah dan ketentuan yang telah diterapkan Allah SWT. (QS. Al-Baqarah:282 & QS. At-Taubah: 103)
Akuntansi tidak terlepas dari nilai-nilai etika. Nilai-nilai etika sangat diperlukan dalam menjalankan praktek akuntansi dan bisnis, tidak hanya kepribadian (personality) dari akuntan sebagai orang yang menciptakan dan membentuk akuntansi, tetapi juga sebagai sebuah disiplin. Dengan artian, seorang akuntan haruslah mengaplikasikannya dalam praktek bisnisnya.
Perlu diingat, kita di dunia ini selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan, oleh karena itu, sudah sepatutnya kita memilih sistem yang lebih baik. Hal ini penting untuk menentukan perekonomian kedepan agar lebih baik lagi. Sesuai dengan wacana; kalaupun kita belum bisa untuk menjalankan semuanya sesuai dengan syariah, maka janganlah kita meninggalkan semuanya!
Semangat, para pejuang ekonomi Islam. Raih perubahan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar