Minggu, 02 Mei 2010

Ekonomi Islam; Baru Saja Bangun Tidur

Dewasa ini perkembangan sistem ekonomi dan bisnis yang berbasis syariah Islam kembali dipakai setelah sekian lama ditinggalkan. Bagaikan orang yang baru saja bangun dari tidurnya setelah sekian lama terlelap dan tidak menyadari dimana dan dalam keadaan apa kondisinya sekarang, namun kini ia sudah bangun dan sudah siap kembali beraktifitas dengan kondisi fikiran yang segar dan kekuatan yang penuh yang telah dipersiapkannya.

Ekonomi Islam memiliki misi yang mungkin jauh dari bayangan orang yang tengah mempelajari, mendalami dan mencoba melaksanakannya. Misi ini menjadi bagian dari misi besar Islam yang memang tengah diperjuangkan oleh para intelektual, politisi, dan pelajar di seluruh belahan dunia dan di sepanjang zaman. Misi besar yang ingin mempersembahkan bentuk kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan alam, bentuk kehidupan yang berpandu pada ketentuan-ketentuan Pencipta, Tuhan Semesta Alam.

Misi besar ini mungkin akan diterjemahkan negative oleh pihak-pihak yang memang telah memiliki persepsi negative terhadap Islam. Sehingga harapannya perjuangan ekonomi Islam diharapkan mampu menepis persepsi negative terhadap gerakan-gerakan perbaikan Islam non-ekonomi (politik, hukum, budaya dan pendidikan). Namun pada sisi lain, para pejuang-pejuang ekonomi Islam harus memahami misi besar ini, sehingga mereka selayaknya memiliki semangat ekstra, inovasi lebih, endurance yang prima, kualitas kerja yang tinggi dan tentu saja pengorbanan yang luas. Khusus pengorbanan, ia harus menjadi konsekwensi yang sudah diikhlaskan oleh para pejuang-pejuang ekonomi Islam.

Sekilas Sistem Ekonomi Islam
Sesuai dengan namanya sistem ekonomi Islam itu adalah suatu sistem ekonomi yang dibangun dengan dasar nilai- nilai Islam. Sistem ekonomi ini secara jelas menetapkan nilai- nilai Islam dalam penerapannya. Dengan demikian sistem ini membutuhkan panduan dari nilai- nilai yang terkandung dalam ajaran Islam yaitu Al- Quran dan Hadits. Artinya berbeda dengan sistem kapitalis maupun sosialis, sistem ini tidak berbasis nilai. Pada awal Islam, sistem ini dikembangkan dibawah pengarahan langsung oleh Rosululloh. Sistem ini menanamkan pada para pengikutnya bahwa “kekuasaan tertinggi ada pada Alloh SWT (QS. 3:26, 15:2, 67:1). Manusia hanyalah makhluk yang diciptakan Alloh dan diberi amanah untuk menjadi Khalifah Alloh dimuka bumi.

Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dunia dimaksudkan untuk tempat transit sebagaimana seseorang yang ingin bepergian jauh. Dia harus menyiapkan bekal yang yang banyak untuk sampai pada tujuannya. Sudah digariskan bahwa tujuan akhir dari perjalanan itu adalah alam akhirat dimana gerbang untuk memasukinya adalah kematian. Dengan demikian kegiatan yang ada di dunia ini tidak terpisah dari kegiatan ynag akan terjadi di akhirat. Kehidupan di dunia ini merupakan bekal untuk kehidupan di akhirat. Berdasarkan pemahaman ini, maka bekal yang harus disiapkan adalah sesuai dengan kebutuhan akhirat nanti. Manusai dianjurkan untuk mencapai kemakmuran yang setinggi- tingginya di dunia, akan tetapi kegiatan untuk mencapai tingkat kemakmuran tersebut harus seimbang dengan kegiatan untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana doa yang sering kita ucapkan pada setiap kesempatan adalah doa sebagaiman tercantum dalam surah al- Baqarah ayat 201 yaitu: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat”.

Pencarian kemakmuran dan nafkah di dunia ini merupakan bekal yang harus diusahakan dengan tetap memperhatikan syariah yang sudah digariskan dalam Quran dan Hadits. Dalam pencarian kemakmuran di duna, Islam tidak melarang umatnya untuk menjadi kaya malahan menuntut harus kaya namun harus melalui cara- cara yang sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan mislnya tidak boleh menimbun kekayaan (QS 104:1-3) sekaligus supaya harta itu jangan beredar diantara orang- orang kaya (QS 59:7). Ketentuan ini mengatur tentang haramnya bunga. Larangan terhadap bunga di dalam Qaran dilakukan secara bertahap. Tahapan terakhir adalah penegasan bahwa bunga berapapun besarnya adalah haram. Hal ini terjadi dengan turunnya ayat QS 2:278-279 yang dismpaikan Rasululloh dalam Khutbah Haji terakhir pada tahun kesembilan Hijrah yang merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan pengharaman bunga. Dalam ayat lain ditekannkan pula bahwa orang yang mampu harus membayar zakat. Disini terjadi distribusi dari yang kaya kepada orang yang fakir dan miskin. Masih banyak ketentuan lain, namun secara ringkas sistem ekonomi Islam dibangun atas prinsip- prinsip berikut:
1. Kekuasaan tertinngi adalah milik Alloh dan Alloh adalah pemillik absolut atas semua yang ada.
2. Manusia merupakan pemimpn (khalifah) Alloh di bumi tapi bukan pemilik yang sebenarnya.
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Alloh, oleh karena itu saudara- saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara- saudaranya yang lebih berunutng.
4. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun
5. Kekayaan harus berputar
6. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk ahrus dihilangkan
7. Terdapat distribusi yang wajib diatur oleh Negara dari orang kaya dengan yang miskin yang secara pasti diatur dengan adanya zakat
8. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat miskin.

Sistem Ekonomi Islam sebagimana termaktub dalam Quran dan Hadits diperoleh gambaran umum yaitu sistem yang tidak ada unsur riba dari segala aspek kegiatan ekonomi dan kewajiban zakat bagi seluruh pelaku ekonomi sebagai penggerak utama dari kegiatan ekonomi dismping akhlak para pelaku ekonomi haruslah akhlak yang berdasarkan Quran dan Hadits.

Ekonomi Islam dan Sejarah Perkembangannya
Bila kita paham aspek sejarah dari perkembangan ekonomi Islam, maka kita akan menyadari bahwa ekonomi Islam merupakan paham yang telah berkembang sebelum Adam Smith dan Karl Marx menerbitkan bukunya. Rosululloh dan sahabat hidup pada abad ke 7 Masehi telah mempraktekan ekonomi Islam. Bahkan di zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aiziz dikisahkan bahwa tidak ada orang berhak atau mau menerima zakat. Artinya pada zaman itu kondisi perekonomian sudah sedemikian makmur walaupun tetap mengenal ada yang kaya dan ada yang tidak terlalu kaya.

Akan tetapi setelah masa keemasan Islam hilang maka ekonomi Islam seakan- akan tidak pernah ada. Bergantilah dengan paham kapitalis dan sosialis. Bila kita lihat sejarah semestinya ekonomi Islam bukan hal yang baru, tetapi dia merupakan sesuatu yang telah lama dipraktekan oleh Nabi dan para sahabat dan para pengikutnya.

Sistem ekonomi Islam mempunyai cirri khas dibanding sistem ekonomi lain (kapitalis dan sosialis). DR, Yusuf Qordhowi, pakar kontemporer dalam karyanya “Darul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishad al- Islamy” menjelaskan empat ciri ekonomi Islam, yaitu ekonomi Rabbani, ekonomi Akhlaqy, ekonomi insani, dan ekonomi Wasati. Keempat ciri tersebut mengandung pengertian bahwa ekonomi Islam bersifat rabbani, menjunjung tinggi etika, menghargai hak- hak kemanusiaan dan bersifat moderat.

Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Sejarah perkembangan studi ekonomi Islam dapat dibagi pada empat pase:
Pase pertama, masa pertumbuhan/ Nubuwwah
Pase kedua, masa keemasan/ Minhajul Nubuwwah
Pase ketiga, masa kemunduran/ Mulkan Adom
Pase keempat, masa kesadaran/ Minhajul Nubuwwah.

Masa Pertumbuhan
Masa pertumbuhan terjadi pada awal berdirinya Negara Islam di Madinah tentunya dengan konsep kenabian artinya dipimpin langsung oleh Nabi dalam melaksanakan aktifitas perekonomian, Nabi sebagai rujukan atau tempat mengadu dalam menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak- tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah system telah dipraktekan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang sangat sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahaan besar tentunya belum ditemukan, namun demikian lembaga moneter ditingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaanpun telah dipraktekan dalam skala kecil dalam bentuk musyawarah.
Masa Keemasan
Masa ini terjadi setelah Nabi Wafat, perekonomian dijalankan dengan konsep Minhajul Nubuwwah yang dijalankan oleh para Khulafaurrasyidin dan dilanjutkan oleh raja- raja yang dholim tetapi masih dalam Minhajul Nubuwwah. Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada abad ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakan kaidah- kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam disebuah Negara atau pemerintahan. Kaidah- kaidah ini mencakup cara- cara bertrabsaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syirkah (PT), pengaturan pasar, dan lain sebaginya. Namun kaidah- kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal- pasal yang tercecer dalam buku- buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi Islam.
Beberapa karya fiqih yang membahas persoalan ekonomi, antara lain:
Fiqih Madzhab Maliki: Bidayatuk Mujtahid, karya Ibnu Rusyd
Fiqih Madzhab Hanafi: Ahkam al- Quran, karya Imam Abu Bakar al- Jassos
Fiqih Madzhab Syafi’i: Al- Umm, karya Iamam Syafi’i
Fiqih Madzhab Hambali: Al- Ahkam al- Sulthoniyah, karya Qodhi Abu Ya’la

Masa Kemunduran
Masa ini terjadi pada raja- raja/ pemimpin yang sekuler, dimana antara masalah- masalah Negara dan Agama nyata sekali dipisahkan. Dengan berawal adanya paham ditutupnya pintu ijtihad, maka dalam menghadapi perubahan sosial, prinsip- prinsip Islam pada umumnya pada prinsip ekonomi khususnya, tidak berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap dan tidak berani untuk langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahan- perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada imam- imam madzhab terdahulu dalam mengistinbat hukum, sehingga ilmu- ilmu keislaman lebih bersifat pengulangan dapipada bersifat penemuan. Tradisi taqlid ini menimbulkan stagnasi (kejumudan) dalam mencari ilmu- ilmu baru, khusuanya dalam menjawab hajat dibidang ekonomi. Padahal Ijtihad adalah sumber Islam yang kedua setelah al- Quran dan as- Sunnah.

Masa Kesadaran, Menyongsong Kejayaan Islam Kembali
Sejak adanya paham ditutupnya pintu ijtidad pada abad 15 H, hubungan antara sebagian masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang. Sebagaimana juga terhentinya studi- studi tentang ekonomi islam, hingga sebagia orang telah lupa sama sekali, bahka ada sebagian fihak yang mengingkari terhadap ekonomi Islam. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal- hal ibadah mahdoh dan persoalan perdata saja. Lebih ironis lagi sebagian hal itupun masih jauh dari ajaran Islam yang benar/ sesungguhnya.

Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, akan tetapi usaha- usaha telah diakukan, antara lain:
Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah- masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan investasi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain- lain. Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa seminar dan muktamar yang dilakukan diberbagai Negara dengan berbagai permasalahan yang dimunculkan. Hingga saat ini buku- buku tentang ekonomi Islam baik yang berbahasa Arab dan Inggris maupun lainnya bias kita temukan di toko- toko buku. Buah dari semaraknya studi- studi ekonomi Islam ini membuahkan berdirinya bank- bank Islam baik skala nasional maupun internasional. Dalam skala internasional misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/ bank Pembangunan Islam) yang kantornya berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia.

Penutup
Dari keseluruhan usaha- usaha untuk mengembalikan lagi kejayaan Islam di muka bumi ini, barulah hanya sebatas persiapan dengan menerapkan konsep ekonomi Islam sedikit demi sedikit, belum pada tahap pelaksanaan secara keseluruhan.
Kita harus berbangga, kejayaan Islam tak lama lagi akan segera datang dengan meyakinkan janji Rosululloh tentang akan adanya kejayaan Islam kembalai setelah sekian lama terpuruk, akan tetapi bukan sekedar disikapi dengan hanya berpangku tangan belaka, haruslah kita songsong dengan terus menerus melakukan studi ekonomi Islam untuk menjawab permasalaha- permasalahan ekonomi yang terus berkembang..

Di awal tahun 2009 ini filosofi kondisi perekonomian Islam baru samapai pada mengumpulkan kekuatan setelah sekian lam tertidur yang sangat melelahkan. Dan kini kekuatannya sudah mulai terkumpul, fikirannya sudah segar kembali visi dan misinya sudah jelas dan baru melangkahkan kakinya beberapa langkah kedepan. Majulah terus sampai ajalmu menjelang.

Al- Haqqu Min Robbik Falaa Takuunanna Minal Mumtariin.
Wallohu A’lam Bishowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar