Minggu, 02 Mei 2010

Membangun Kemitraan Dalam Rangka Menyeimbangkan Peran Muslimah

Keluarga
Perkawinan, menurut pandangan islam merupakan fitrah manusia. Allah meenciptakan manusia dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Dari perkawinan ini akan lahir anak-anak sebagai penerus manusia "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan wanita yang banyak"(4:1).
Dari perkawinan akan terbentuklah keluarga-keluarga. Sebagai seorang muslim, keluarga sakinah menjadi suatu idaman. Didalam keluarga tersebut akan tumbuh rasa kasih dan sayang, " Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (30:21). Adanya perkawinan ini akan memperjelas peranan keluarga. Keluarga memiliki fungsi, diantaranya fungsi internal yaitu:
1. mendidik anak-anak
2. menumbuhkan rasa kebapaan dan keibuan
3. menciptakan ketentraman jiwa antara suami istri
4. memelihara keturunan
dan fungsi eksternal yaitu:
1. memelihara kelangsungan manusia
2. keselamatan masyarakat dari dekadensi moral
3. keselamatan masyarakat dari penyakit hubungan seksual yang haram
Perkawinan bukan hanya pertemuan antara laki-laki dan perempuan. Tapi perkawinan merupakan awal terwujudnya kehidupan sosial yang baik dalam masyarakat. Apabila keluarga baik, maka akan baik pula keadaan masyarakat yang dibentuk darinya. Dan sebaliknya apabila unsur-unsur pembentuknya yaitu keluarga, berantakan. Maka masyarakat yang terbentuk yaitu masyarakat yang berantakan pula.
Maka keluarga muslim sebagai bagian masyarakat memiliki peran dalam perbaikan masyarakat (baca: ummat). Kewajiban amar ma`ruf nahi mungkar (baca: da`wah) tugas keluarga muslim pula " Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung"(3:104). Tugas ini harus disadari oleh semua anggota keluarga.
Ketika kerja-kerja da`wah sudah menunjukkan hasilnya walau baru berbentuk tunas. Dan kerja tersebut sudah mendapat tempat dihati ummat. Seperti pemakaian busana muslimah yang meluas disertai menjamurnya jenis usaha yang islami. Berdirinya lembaga keuangan non riba, dan sekolah- sekolah terpadu dengan menggabungkan antara pelajaran umum dengan pelajaran agama, dan sebagainya. Tapi keberhasilan kerja da`wah ini harus diimbangkan pula dengan keberhasilan faktor pendukung da`wah. Yaitu keluarga sebagai unit terkecil sebuah masyarakat, sudahkah menjalanan perannya dengan baik. Dan pribadi-pribadi pendukung da`wah menjadi unsur yang kokoh.
Persoalan keluarga menjadi perhatian yang besar karena rumah tangga yang secara teoritis menganut sikap washathiyah (tengah-tengah) dalam soal peran perempuan sedang mengalami persoalan aplikasi. Ketika muslimah menyadari dirinya juga memiliki kewajiban dalam masyarakat.
Profil keluarga Da`wah.
Yang dimaksud dengan keluarga da`wah di sini ialah mereka yang secara sadar ikut terlibat dalam aktifitas da`wah, baik sebagai tenaga mubaligh, da`i. Atau tenaga profesional, teoritis dan saintis. Dari pribadi yang berperan dalam da`wah ini ada beberapa bentuk kelurga da`i:
a. suami sibuk isteri sibuk (di luar rumah)
b. suami sibuk isteri tak sibuk(di luar rumah)
c. suami tak sibuk isteri sibuk (di luar rumah)
d. suami isteri tak sibuk (di luar rumah)
Problema yang dihadapi keluarga bisa berbentuk:
a. peran kerumahtanggaan suami yang sibuk di luar
b. peran kerumahtanggaan isteri yang sibuk di luar
c. peran kemasyarakatan, pendidikan dan ilmiah isteri di samping kerumahtanggaan.
Nafqah dan khidmah
Jumhur ulama berpandangan bahwa khidmah (pekerjaan rumah tangga) merupakan kewajiban setiap isteri di rumahtangganya. Peran suami dalam hal ini sebatas bantuan yang tidak mengikat dan bukan kerja asasi. Karena suami mempunyai tugas utama ialah keqowwamahan (kepemimpinan dan tanggung jawab memenuhi tuntutan rumah tangga). Sebagaimana Rasulullah SAW memberi teladan dalam kehidupan sehari-hari, " Rasulullah SAW selalu membantu keluarganya. Apabila datang waktu Shalat beliau segera pergi shalat "(HR Bukhari).Dalam riwayat lain, "Beliau adalah manusia (sama seperti) manusia lainnya; membersihkan bajunya dalam mengurus dirinya".
Kewajiban suami untuk mencari maisyah adalah wajib. Sama seperti kewajiban pada fardhu-fardhu yang lain. Walaupun suami seorang jutawan atau isterinya mempunyai harta. Suami tidak bisa menuntut isterinya untuk ikut memikul beban ini. Apabila isteri menyadari akan tanggungjawab da`wah suami dan memandang perlu membantunya. Maka isteri dapat melakukannya dengan syarat-syarat yang telah diatur dengan syariat.
Islam telah meletakkan keadilan terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada suami dan isteri. Hubungan suami isteri adalah ikatan berdasarkan kalimatullah, yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya. Sebagaimana Allah SWT firmankan:"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkat kelebihan dari isterinya" (2:228). Karena itu Allah membebankan tugas kerumahtanggaan kepada isteri adalah adil. Dari tangan-tangan ibu ini diharapkan terbentuk anak-anak yang berkualitas sebagai generasi penerus. Jadi tugas kerumahtanggaan bukan sesuatu yang sia-sia. Dan predikat ibu rumah tangga bukanlah status pengangguran bahkan sebaliknya membutuhkan keprofesionalan. Hal itu tidak dapat digantikan oleh laki-laki.
Penyaluran potensi.
Diantara kewajiban, perempuan juga mendapatkan hak sama dengan laki-laki, diantaranya:
1. mendapatkan pendidikan dan pengajaran
"Abu said al Khudri ra. berkata: seorang wanita datang kepada Nabi SAW. Dan berkata: Ya Rasulullah, kaum pria telah memborong semua hadistmu, maka berilah waktu untuk kami sehari kami akan datang untuk belajar dari apa yang diajarkan Allah kepadamu. Nabi SAW menyuruh mereka berkumpul pada hari yang ditentukan di tempat ini. Maka berkumpulah wanita-wanita dan didatangi oleh Nabi SAW dan mengajarkan kepada mereka ilmu agama " (HR Bukhari dan Muslim).
2. kesempatan jihad
"Kata Aisyah ra: Aku pernah berkata dan bertanya kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, aku pandang berjihad itu semulia-mulianya amal, maka itu apakah kita (kaum perempuan) tidak ikut berjihad?" Beliau bersabda: "Tidak, tetapi jihad bagi perempuan itu ialah haji yang dikabulkan" (HR Bukhari).
3. persamaan ibadah
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan beriman): " Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain "(3:195).
4. Beramar ma`ruf nahi mungkar
Pada masa Umar bin Khattab menjabat khalifah, ada seorang perempuan yang mengoreksi keputusan beliau tentang penaikkan mas kawin laki-laki terhadap perempuan. Setelah mendapat teguran dari perempuan itu, Khalifah Umar berkata:"Ya Allah ampunilah aku! rupanya banyak manusia lebih pandai dari pada Umar. Dan beliau berkata lagi:" Perempuan ini benar dan Umar yang salah". Lalu dia naik mimbar untuk mencabut keputusannya semula dan mengikuti perempuan tadi.
Dari hak-hak yang diperoleh perempuan. Perempuan dapat menyalurkan potensi seiring kesadarannya terhadap kewajiban pada masyarakat. Tapi realita yang ada. Keinginan muslimah itu dihadapkan pada pilihan yang sulit. Yaitu berbenturan antara mengembangkan potensi dengan urusan rumah tangga. Setidaknya ada tiga alternatif yang harus dihadapi:
Pertama: menutup mata dan telinga terhadap komentar, kenyataan atau perasaan adanya kafaah yang tidak difungsikan.
Kedua: menutup mata dan telinga terhadap tuntutan perhatian dari anak dan suami dan menyerahkan urusan itu kepada tangan lain.
Ketiga: menghimpun kedua kemungkinan dan mengambil yang paling positif, dengan kerelaan menerima seadanya, tidak optimal.
Pilihan pertama bukanlah pilihan yang aib karena beberapa hal:
a. sebab tugas asasi perempuan sebagai ibu generasi dan belahan jiwa laki-laki telah terpenuhi. Yaitu ikhlas, ridha dan qona`ah.
b. masih banyak bidang yang sama dapat dikerjakan kaum laki-laki dan prioritas itu hak mereka sebagai qowwam rumah tangga. Rivalitas diantara kaum laki-laki sendiri meninggalkan dampak yang sangat parah; pengangguran, kompensasi yang tidak memadai dan menimbulkan lagi turunan -turunan masalah seperti kriminalitas dan krisis wibawa.
Kecuali bidang-bidang yang lebih dapat dan layak dikerjakan oleh perempuan seperti kebidanan dan pendidikan pra sekolah, da`wah untuk kaum sejenis atau profesi yang bisa dilaksanakan secara aman yang sangat membantu peranan kaumnya, seperti home industri.
Pilihan kedua mungkin akan memperkeruh permasalahan dalam rumah tangga. Karena masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah.
Pilihan ketiga adalah dekat dengan yang pertama dalam aspek keamanan dan kenyamanannya bagi semua pihak, ditambah nilai positif terbukanya peluang pengembangan kafaah. Bila pilihan yang dianggap paling aman masih ada yang harus diatasi. Yaitu upaya menghindari kerugian yang timbul karena beban berat rumah tangga akan menimpa salah satu dan akhirnya kedua belah pihak; suami dan isteri, bahkan anak-anak. Karena inilah konsep kemitraan perlu diperkenalkan.
Hakikat kemitraan.
Bagaimana sesungguhnya kemitraan itu dibangun? Pertama-tama yang menjadi perhatian dalam membangun kemitraan adalah apakah masing-masing pasangan telah memenuhi fungsinya sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Apakah seorang suami benar-benar telah menemukan dalam diri isterinya apa yang menjadi tujuan perkawinannya.
Sudah saatnya keluarga muslim bercermin kepada Alqur-an. Untuk hubungan suami-isteri yang memenuhi tuntutan dan berhubungan dengan kemitraan. Alqur-an selalu menyebut isteri sebagai `zaujun`:
"Dan Kami berfirman: "Hai adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi dimana saja yang kamu sukai,dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim"(2:35).
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa"(25:74).
" Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik" (33:28).
Sementara suami-isteri yang tidak mempunyai hubungan kemitraan, isteri disebut `amraah`:
" Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)". Dan Allah membuat isteri Fir`aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam syurga dan selamatkanlah aku dari Fir`aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zalim" (66:10-11) .
Dalam kamus modern, kemitraan artinya kesertaan, kebersamaan, persekutuan.Bagi kehidupan di luar rumahtangga,istilah ini mungkin berlaku, seperti permintaan Nabi Musa agar Allah SWT menjadikan Nabi Harun sebagai mitranya:
" dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku"(20:32).
Suatu kemitraan akan berhasil manakala terpenuhi tiga kerangkanya yaitu kemitraan fikri nazhori, kemitraan ma`nawi ruhi dan kemitraan amali tathbiqi.
Kemitraan fikri atau nazhori akan memberikan kepada masing-masing pasangan hidup, suami dan isteri suatu gambaran yang utuh baik tentang hak da kewajiban, karakter masing-masing serta solusi bagi problematikanya. Banyak kasus membuktikan krisis rumah tangga berawal pada ketidakmengertian masing-masing pasangan akan karakter lainya.
Kelupaan atau kejahilan akan nilai-nilai tugas kerumahtanggaan yang mengandung ganjaran yang besar. Penyebab isteri merasa tertekan menghadapi anak-anak dan tugas kesehariannya. Sehingga timbul rasa iri kepada laki-laki yang mengakibatkan konflik diantara keduanya. Pada akhirnya hilang rasa hormat isteri pada suami. Disisi lain, suami yang tidak memahami bahwa satu kalimat penghargaan atau sanjungan kepada isteri akan melipatgandakan potensi dan produktifitasnya, pada akhirnya akan membuat jurang pemisah semakin dalam.
Kemitraan ma`nawi/ruhiMenjadi kemitraan di atas punya bukti dan arti. Pada bagian ini menekankan pada peningkatan ruhiyah suami dan isteri. Bahwa apa yang mereka lakukan adalah dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Seperti nilai tha`at isteri yang mendatangkan pahala yang mengimbangi pahala jihad dan jum`ah suami, perlindungan suami terhadap isteri, keharusan masing-masing berhias untuk pasangan nya.
Kemitraan amali tathbiqi merupakan buah kematangan dari dua kemitraan diatas. Kita menyadari bahwa ada hal-hal praktis yang tidak mungkin terselesaikan hanya dengan sikap dan fikiran. Dalam hal ini harus ada perencanaan dan langkah-langkah yang kongkrit. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Apabila suami-isteri ingin melimpahkan tanggungjawab rumah tanggga kepada orang lain di luar keluarga. Mereka harus menyadari bahwa bentuk pertolongan itu hanya sementara, prinsipnya tetap kembali kepada keluarga tersebut.
b. Suami juga dapat berperan meringankan pekerjaan rumahtangga. Hal-hal yang dapat dikerjakan ketika senggang dirumah, bisa langsung dikerjakan oleh suami. Seperti Rasulullah contohkan, dari tambal baju sampai perang.
c. Isteri harus memiliki kebanggaan menjadi ibu rumah tangga. Walau pun tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Kebanggaan sebagai tenaga profesional dalam mendidik anak. Dari tangan ibu akan lahir generasi harapan umat.
d. Perlu ketabahan, tawakkal, kesabaran,dan bijak antara suami-isteri dalam menghadapi persoalan yang ada.
Kemitraan di luar rumahtangga
Sekolah dengan segala perangkatnya adalah bagian dari elemen -elemen kemitraan. Orang tua, mertua,khadim, khadimah, murid, guru, balai penitipan anak, dan tetangga juga jaringan kemitraan sebatas peran pembantu. Kecuali mereka yang terbuka sebagai lembaga yang jelas seperti sekolah dan pembantu rumah. Batas posisi mereka adalah subyek yang menentukan sendiri berapa dan bila mereka dapat membantu. Bila ini dapat dijalin secara baik maka kemitraan akan membuahkan hasil yang sehat. demikian pula sebaliknya.
Sikap pesimis, apriori dan su-uzhon telah menempatkan banyak keluarga pada posisi sulit. Tawaran bantuan orang tua atau mertua bebe rapa jam menjaga anak-anak, ditolak dengan alasan takut anak-anak keracunan fikiran yang tidak baik. Padahal aktivis da`wah harus memandang bahwa mereka juga objek da`wah. Orang tua dan mertua dapat diberi pengertian,bahkan ketergantungan mereka kepada cucu akan men jadikan kekuatan tawar menawar untuk nilai-nilai yang baik.
Hal yang mendasar yang harus difahami dalam menjalani kemitraan ialah dalam batas tertentu ia bagian dari sebuah proses ukhuwah. Dan ukhuwah ialah memulai bukan menunggu, memberi bukan menuntut, mema`lumi bukan minta dima`lumi, mema`afkan bukan mendendam,
sumber :
Konsep Kemitraan dalam Islam dan Upaya Menyelaraskan Berbagai Peran
Muslimah, oleh Rahmat Abdullah.
Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, oleh DR. Abdullah Nashih Ulwan.
Sulitnya Berumah Tangga, oleh Muhammad Utsman Alkhasyt.
Peran Ganda Wanita Modern, oleh Ibnu Ahmad Dahri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar