Minggu, 02 Mei 2010

AQIDAH

1. Pengertian Aqidah
Akidah Secara Etimologi Akidah berasal dari kata aqd yg berarti pengikatan.

Akidah Secara Syara Yaitu iman kepada Allah para malaikat-Nya kitab-kitab-Nya para rasul-Nya dan kepada hari akhir serta kepada Qadar yg baik maupun yg buruk.

2. Urgensi Aqidah
 fundamen bagi bangunan agama
 merupakan syarat sahnya amal
Firman Allah SWT yg artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yg saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” . “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada yg sebelumnya ‘Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yg merugi’.” . “Maka sembahlah Allah dgn memurnikan keta’atan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yg bersih .”
3. Iman, Islam, dan Ihsan

 Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah hadits riwayat Muslim dalam hadits arba’in.

“Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”.

“Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”.

Ihsan : “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”.

4. Prinsip-prinsip dalam aqidah
1. beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul- rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya.
2. bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan
3. bahwasanya tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.
4. wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat.
5. haramnya memberontak terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.
6. bersihnya hati dan lisan terhadap para sahabat Rasul
7. mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasulullah
8. membenarkan adanya karamah para wali, yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
9. dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah
5. Kafir, syirik, dan Nifaq dalam Pandangan Islam

Kafir
Kafir (bahasa Arab كافر kāfir; plural كفّار kuffār) secara harfiah berarti orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada non muslim atau kepada muslim yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur).
Etimologi
Kalimat kafir berakar kata dari K-F-R (Kaf-Fa-Ra) yang berarti "menutup". Pada zaman sebelum Islam istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih diladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dalam bahasa Islam, kāfir sebuah kata yang digunakan untuk mejabarkan seseorang yang menolak/ tidak memeluk agama Islam.
Kafir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar atau menolak. Tidak mempercayai adanya Allah atau membantah perintah Allah dan para rasul-Nya termasuk dalam kategori kafir.
Dilihat dari segi berlawanannya dgn pokok keimanan kekafiran terdiri dari beberapa macam. Berdasarkan hal ini kekafiran dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Sesuatu yg bertentangan dgn agama yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam dan menjadi kafir dan diakhirat ia kekal di dalam neraka.(Kufur Akbar)
2. Tindakan yg tidak bertentangan dgn pokok keimanan tetapi perbuatan tersebut berkaiatan dgn cabang-cabang iman tingkatannya dan hal-hal yg dapat menyempurnakannya sehingga tidak mengeluarkan seseorang dari lingkaran agama Islam.(Kufur Asyghor)
Kata Kafir dalam Al-Qur'an
Di dalam Al-Qur'an, kitab suci agama Islam, kata kafir dan variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda :
• Kufur at-tauhid (Menolak tauhid): Dialamatkan kepada mereka yang menolak bahwa Tuhan itu satu.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Al-Baqarah ayat 6)
• Kufur al-ni`mah (mengingkari nikmat): Dialamatkan kepada mereka yang tidak mau bersyukur kepadaTuhan
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (la takfurun). (Al-Baqarah ayat 152)
• Kufur at-tabarri (melepaskan diri)
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu (kafarna bikum)..." (Al-Mumtahanah ayat 4)
• Kufur al-juhud: Mengingkari sesuatu
..maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya. (Al-Baqarah ayat 89)
• Kufur at-taghtiyah: (menanam/mengubur sesuatu)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar)(Al-Hadid 20)
Syirik
Syirik (dari bahasa arab شرك ) adalah konsep dalam Islam untuk merujuk pada aktivitas mempersekutukan Tuhan , aktivitas ini sendiri memiliki lawan yakni konsep Tauhid yakni konsep Islam untuk keesaan Tuhan.

Syirik adalah: yaitu menjadikan sekutu bagi Allah dalam rububiyah, uluhiyah, asma' dan sifat-Nya, atau pada salah satunya.

Bahaya syirik :
1. Syirik kepada Allah adalah perbuatan zhalim yang besar.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,” (QS. An-Nisaa'48)
2. Syirik kepada Allah merupakan dosa terbesar.
“sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman :13)
3. Syirik besar menggugurkan semua amal perbuatan dan memastikan kebinasaan dan kerugian, ia adalah dosa yang terbesar.
o “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

o Dari Abu Bakrah , ia berkata, "Nabi bersabda,'Maukah kalian aku beritahukan dosa yang terbesar? (beliau mengatakan sebanyak) Tiga kali. Mereka menjawab, 'Tentu, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Menyekutukan Allah , durhaka kepada kedua orang tua.' Dan beliau duduk dan tadinya beliau bersandar: 'Ketahuilah, dan ucapan yang palsu.' Abu Bakrah berkata, 'Beliau terus mengulanginya hingga kami berkata, 'Semoga beliau diam." Muttafaqun 'Alaih.

Perbuatan dan Ucapan yang termasuk syirik atau termasuk sarana-sarananya:
1. Memakai gelang atau benang dan semisalnya dengan tujuan menghilangkan mara bahaya atau penangkal datangnya mara bahaya. Hal itu termasuk syirik.
2. Menggantung tamimah (sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, dan lain sebagainya. ( Dikutip dari terj. Kitab Tauhid, Muhammad Yusuf Harun MA.)
terhadap anak-anak, sama saja berasal dari kharz, atau tulang, atau tulisan. Hal itu untuk menjaga diri dari 'ain (Penyakit atau pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang )dan itu termasuk syirik.
3. Tathayyur, yaitu menganggap sial dengan burung atau seseorang atau suatu tempat atau semisalnya, dan itu termasuk syirik karena dia bergantung kepada selain Allah dengan keyakinan mendapat bahaya dari makhluk yang tidak mempunyai manfaat atau mudharat untuk dirinya sendiri. Keyakinan ini termasuk gangguan syetan dan waswasnya, hal itu menolak tawakkal.
4. Tabarruk (mengambil berkah) kepada pohon, batu, tempat-tempat bersejarah/bekas, kubur, dan semisalnya. Maka, meminta berkah, mengharap, dan meyakininya dalam perkara-perkara itu termasuk syirik; karena ia bergantung kepada selain Allah dalam mendapatkan berkah.
5. Sihir: yaitu yang samar dan halus sebabnya. Ia adalah nama dari jimat-jimat, mentra-mentra, ucapan, dan obat-obatan, maka hal itu memberi pengaruh di hati dan badan, lalu menyebabkan sakit atau meninggal dunia, atau memisahkan di antara seseorang dan istrinya. Ia adalah perbuatan syetan, dan kebanyakan dari sihir itu tidak bisa sampai kepadanya kecuali dengan perbuatan menyekutukan Allah. Sihir adalah perbuatan syirik karena padanya mengandung ketergantungan kepada selain Allah dari jenis syetan, karena hal itu termasuk mengaku mengetahui yang gaib. Firman Allah :
وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Merek mengajarkan sihir kepada manusia …. (QS. Al-Baqarah :102)
Terkadang sihir adalah perbuatan maksiat yang merupakan bagian dari dosa besar, bila hanya dengan obat-obatan dan sejenisnya saja.
6. Meramal: ia adalah mengaku mengetahui yang gaib, seperti memberitakan yang akan terjadi di muka bumi karena bersandar kepada syetan, dan itu termasuk syirik; karena mengandung pendekatan diri kepada selain Allah I dan mengklaim mengetahui yang gaib bersama Allah .
Dari Abu Hurairah , dari Nabi , beliau bersabda, "Barang siapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad ."
7. Tanjim (astrologi): yaitu mengambil dalil dengan kondisi falak(peredaran bulan dan matahari) atas segala kejadian di permukaan bumi, seperti waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, terjadinya penyakit dan kematian, nampaknya panas dan dingin, perubahan harga dan sejenisnya. Itu termasuk syirik; karena menyandarkan sekutu bagi Allah dalam mengatur dan terhadap ilmu gaib.
8. Meminta hujan dengan bintang: yaitu menyandarkan turunnya hujan kepada munculnya bintang atau tenggelamnya, seperti ia berkata: kita diturunkan hujan dengan bintang ini dan bintang itu. Maka, ia menyandarkan hujan kepada bintang, bukan kepada Allah. Ini termasuk syirik; karena turunnya hujan berada di tangan Allah, bukan di tangan bintang dan yang lainnya.
9. Menyandarkan nikmat kepada selain Allah. Segala nikmat di dunia dan akhirat berasal dari Allah. Barangsiapa menyandarkannya kepada selain-Nya, sungguhnya dia telah kafir dan menyekutukan Allah. Seperti orang yang menyandarkan nikmat mendapat harta atau sembuh kepada fulan atau fulan, atau menyandarkan nikmat perjalanan dan keselamatan di darat, laut dan udara kepada sopir, nakoda, dan pilot, atau menyandarkan mendapat nikmat dan terhindar dari mara bahaya kepada usaha pemerintah atau individu atau bendera dan semisalnya.
Maka, wajib menyandarkan semua nikmat kepada Allah saja dan bersukur kepada-Nya. Adapun yang terjadi di atas tangan sebagian makhluk hanyalah merupakan sebab yang terkadang membuahkan hasil dan bisa juga tidak menghasilkan apa-apa. Terkadang bermanfaat dan bisa juga tidak berguna. Firman Allah :

وَمَابِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْئَرُون
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. (QS. An-Nahl: 53)

Nifaq
Nifaq secara bahasa berasal dari kata naafaqa – yunaafiqu – nifaaqan wa munaafaqan yang diambil dari kata an-naafiqaa’, yaitu salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangannya, dimana jika ia dicari dari lubang yang satu, maka ia akan keluar dari lubang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata an-nafaqa (nafaq) yaitu lubang tempat bersembunyi. [Lihat An-Nihaayah V/98 oleh Ibnu Katsir]
Menurut syara’ yaitu menampakkan Islam dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.
Jenis-jenis Nifaq
Nifaq ada dua jenis: Nifaq I’tiqadi dan Nifaq ‘Amali.
1. Nifaq I’tiqadi (Keyakinan)
Yaitu nifaq besar, dimana pelakunya menampakkan keislaman, tetapi menyembunyikan kekufuran. Jenis nifaq ini menjadikan keluar dari agama dan pelakunya berada di dalam kerak Neraka. Allah menyifati para pelaku nifaq ini dengan berbagai kejahatan, seperti kekufuran, ketiadaan iman, mengolok-olok agama dan pemeluknya serta kecenderungan kepada musuh-musuh untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam. Orang-orang munafiq jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman. Lebih-lebih ketika tampak kekuatan Islam dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriyah. Dalam keadaan seperti itu, merekamasuk ke dalam agama Islam untuk melakukan tipu daya terhadap agama dan pemeluknya secara sembunyi-sembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama umat Islam dan merasa tenang dalam hal jiwa dan harta benda mereka. Karena itu, seorang munafiq menampakkan keimanannya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, dan Hari Akhir, tetapi dalam batinnya mereka berlepas diri dari semua itu dan mendustakannya. Nifaq jenis ini ada empat macam.
Pertama, mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa.
Kedua, membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
Ketiga, merasa gembira dengan kemunduran agama Islam.
Keempat, tidak senang dengan kemenangan Islam.
2. Nifaq ‘Amali
Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih tetap ada iman di dalam hatinya. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkan dari agama, tetapi merupakan wasilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam iman dan nifaq. Lalu, jika perbuatan nifaqnya banyak, maka akan bisa menjadi sebab terjerumusnya dia kedalam nifaq sesungguhnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Ada empat hal yang jika berada pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu daripadanya, maka berarti ia memliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya, bila dipercaya ia berkhianat, bila berbicara ia berdosa, bila berjanji ia memungkiri dan bila bertengkar ia melewati batas.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Al-Bukhari (34, 2459, 3178), Muslim (58), Ibnu Hibban (254-255), Abu Dawud (4688), At-Tirmidzi (2632), An-Nasa-I (VIII/116) dan Ahmad (II/189), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu.
Terkadang pada diri seorang hamba berkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk, kebiasaan-kebiasaan iman dan kebiasaan-kebiasaan kufur dan nifaq. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang mereka lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara sifat orang-orang munafiq. Sifat nifaq adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya, karena itulah sehingga para Shahabat begitu sangat takutnya kalau-kalau dirinya terjerumus ke dalam nifaq. Ibnu Abi Mulaikah berkata: “Aku bertemu dengan 30 Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka semua takut kalau-kalau ada nifaq dalam dirinya.”

PERBEDAAN ANTARA NIFAQ BESAR DAN NIFAQ KECIL
• Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak mengeluarkan dari agama.
• Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal perbuatan bukan dalam hal keyakinan.
• Nifaq besar tidak terjadi dari seorang mukmin, sedangkan nifaq kecil bisa terjadi dari seorang mukmin.
• Pada galibnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka ada perbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya dengan pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya. [‘Aqidah at-Tauhid (hal. 85-88) oleh Dr. Shalih bin Abdullah al-Fauzan]
((Disalin dari buku Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah hal. 223-227, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas; Penerbit: Pustaka At-Taqwa, Bogor; Cetakan Pertama: Jumadil Akhir 1425 H – Agustus 2004 M))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar